REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) menyatakan, pemerintah akan memprioritaskan kebijakan bagi sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam pembanguna ekonomi nasional. Lima langkah kebijakan pun telah dirumuskan demi menyelesaikan masalah UMKM di tengah pandemi Covid-19.
“Sebagian besar pelaku usaha, hingga 98 persen adalah mikro dan ultra mikro, yang memang pendapatannya harian. Kebanyakan dari mereka tidak bisa berusaha di masa pandemi,” ujar Teten melalui keterangan resmi pada Jumat, (19/6).
Kebijakan tersebut, pertama, mendorong 98 persen pelaku usaha mikro dan ultra mikro masuk ke dalam kelompok miskin baru. “Kami usulkan agar mereka masuk ke dalam kelompok miskin baru agar mendapatkan bantuan sosial. Program bansos diperluas,” ujarnya.
Kedua, penundaan cicilan dan bunga hingga enam bulan, karena sebagian besar UMKM mengalami masalah keuangan. Teten menjelaskan, pihaknya akan menyediakan pembiayaan dengan pajak yang disubsidi sehingga cashflow teratasi.
“Sebagian besar UMKM yang mengalami masalah keuangan cashflow, tidak sanggup membayar cicilan dan bunga. Kita sediakan pembiayaan, agar mereka masuk dalam program restrukturisasi penundaan cicilan 6 bulan, pajak disubsidi, diharapkan cashflow diatasi,” ujarnya.
Ketiga, pembiayaan UMKM dan koperasi melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Teten mengaku, masih ada Rp 129 triliun dari Rp 190 triliun KUR yang belum disalurkan. “Kami pandang jumlah KUR yang belum disalurkan tersebut cukup sebagai modal kerja. Bahkan masih ada Rp 2,7 triliun untuk 266 koperasi yang mengalami hal serupa. Bunga 3 persen selama 20 bulan,” ujarnya.
Kebijakan keempat yakni mendorong agar belanja pemerintah diprioritaskan bagi produk UMKM. Ia mengatakan, KemenKop telah menjalin kerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Ada sekitar Rp 735 triliun anggaran belanja pemerintah pada 2020.
“Senin kerja sama ini akan diluncurkan. Realisasi baru Rp 29 triliun, jika BUMN dan pemerintah belanja dari UMKM, maka UMKM akan menggeliat bangkit. Program ini juga mendukung gerakan Belanja Buatan Indonesia,” jelasnya.
Kelima, UMKM harus berinovasi dan beradaptasi dengan pasar baru. Sebab menurut Teten, situasi seperti ini menuntut pelaku usaha, termasuk UMKM melakukan inovasi dan adaptasi market baru.
Saat ini, kata dia, baru 13 persen atau 8 juta pelaku UMKM yang terhubung online. Maka diperlukan pendampingan, pelatihan digital marketing, serta kerja sama dengan sektor usaha besar. “Kita siapkan berbagai program, di antaranya pelatihan digital marketing dan kerja sama dengan usaha besar,” kata Teten.
Sementara, Sandiaga Uno menjelaskan, pada krisis tahun 1998, UMKM menjadi pahlawan ekonomi. Hanya saja pada krisis 2020, UMKM merupakan sektor yang terpuruk di awal.
Dengan begitu, perlu prioritas dari pemerintah supaya memberikan pertolongan. Dirinya juga berharap, UMKM bisa beradaptasi di era New Normal. “UMKM harus adaptasi di masa new normal. Survei gerakan Oke Oce, banyak curhatan penjualan menurun, modal sulit, kredit macet, bahkan 47 persen UMKM berhenti total, in dampaknya sangat berat. Perlu direvitalisasi,” ujar Sandi.