REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kasus Covid-19 di Kota Tasikmalaya terus bertambah. Terkahir, seorang aparatur sipil negara (ASN) terkonfirmasi positif Covid-19 sehingga menambah total menjadi 50 kasus sejak pandemi terjadi.
Sebanyak 25 orang terkonfirmasi melalui tes swab dan 25 orang melalui uji cepat (rapid test) Covid-19. Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman belum mau berspekulasi mengenai kebijakan yang akan ditentukan kelak karena saat ini masih terjadi penambahan kasus Covid-19.
Hingga saat ini pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap keempat diterapkan hingga 26 Juni dengan pendekatan adaptasi kebiasaan baru (AKB) menuju fase kenormalan baru. "Kita memang ada kasus baru satu dan itu langsung ditindaklanjuti melalui tim survailans. Sudah swab di lingkungan keluarga, kontak erat, dan sebagainya. Kita terus pantau," kata dia, Senin (22/6).
Namun, ia berharap hingga PSBB berakhir tidak ada lagi penambahan kasus Covid-19. Pasalnya, pihaknya sudah terus mempersiapkan untuk menyambut fase kenormalan baru atua new normal. Di sisi lain, penambahan kasus terus diantisipasi dengan gencarnya tes massal.
Menurut Budi, tes massal itu bertujuan untuk mengatahui peta penyebaran kasus Covid-19 secara lebih detail. Makin banyak tes dilakukan, data yang ditunjukkan akan makin akurat. "Jadi, bisa menjadi tolok ukur kebijakan ke depannya," kata dia.
Kendati demikian, ia belum yakin Kota Tasikmalaya dapat mencapai status zona hijau. Saat ini Kota Tasikmalaya masih dilabeli sebagai daerah zona biru. Pasalnya, untuk mencapai zona hijau, banyak penilaian yang harus dilalui.
Sementara itu, di Jawa Barat (Jabar), menurut dia, belum ada satu daerah pun yang mendapat predikat zona hijau. Ia tak ingin pandemi Covid-19 terus berlarut, sementara vaksin belum ditemukan.
"Lebih baik jalani hidup dengan protokol kesehatan agar kehidupan bisa berjalan, ekonomi jalan. Tapi, kalau kita lepas kontrol, bisa bahaya. Masyarakat harus sadar untuk menerapkan protokol kesehatan," kata dia.
Ia menambahkan, pihaknya juga terus menambah fasilitas kesehatan, khususnya ruang isolasi, untuk mengantisipasi gelombang kedua Covid-19. "Karena euforia masyarakat menganggap saat ini sudah bebas. Ini yang kita khawatirkan. Jangan sampai ada gelombang kedua, sementara fasilitas kurang," kata dia.