REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG TENGAH--Petani sawah di sentra produksi gabah Provinsi Lampung terpaksa mempercepat panen padinya, khawatir rusak dilanda angin kencang yang terjadi belakangan ini. Ancaman angin kencang membuat tanaman padi petani yang sudah tua rubuh dan membusuk.
“Masalahnya sekarang, panen ini dipercepat gara-gara banyak angin kencang, tanaman padi banyak yang rubuh semua. Sehingga, panen dipercepat kalau tidak padinya hitam,” kata Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung Kusnardi, Selasa (23/6).
Pada musim gaduh sekarang, ia mengatakan petani masih bisa melakukan tanam hingga pertengahan Juli 2020. Sebenarnya, ujar dia, petani masih bisa melakukan tanam hingga September 2020, terutama pada sawah-sawah yang mendapat pengairan.
“Ini mengejar sisa musim hujan ini, mudah-mudahan bisa tercapai 205.000 hektare. Tahun lalu sampai Maret 2020, sudah tanam 125 ribu hektare, jadi tidak banyak lagi. Ke depan tinggal mengambil untungnya saja untuk mencapai target,” kata Kusnardi.
Sarana sudah kita siapkan seperti benih, pupuk, termasuk pembiayaan. RDKK sudah siap. Di Lampung ada program Kartu Petani Berjaya diharapkan mempermudah petani dalam pengadministrasian pengambilan pupuk. “RDKK sudah diserahkan dinas,” ujarnya.
Target panen gabah, dia mengatakan, data tahun lalu ada penurunan karena koreksi luas lahan sawah yang berkurang, dan perubahan pola pengukuran dari Badan Pusat Statistik (BPS), jadi targetnya sekitar 2,61 juta ton, atau lebih. Pengukuran yang berbeda, menurut dia, berpengaruh dengan produktivitas yang ada.
Darmin, petani di Desa Tepuran, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, membenarkan banyak petani sawah di desanya yang mempercepat panen padi, lantaran musim angin kencang atau angin puyuh. Saat ini, tanaman padi petani sudah sebentar lagi dipanen, namun belum waktunya. “Daripada tanaman padi rubuh, dan padinya hitam membusuk, panen akan gagal, petani jadi rugi. Jadi dipanen lebih cepat saja,” ujarnya.
Kualitas gabah panen yang dipercepat tidak jauh berbeda dengan panen pada waktunya. Harga juga gabah panen tersebut masih mengikuti harga pasaran saat panen. Menurut dia, panen dipercepat karena kondisi tanaman khawatir rubuh dan membusuk padinya.
Mengenai adanya kebijakan gerakan dari Kementan untuk tiga kali ekspor, menurut Kusnardi, di tanaman pangan masih fokus kebutuhan dalam negeri, terutama Lampung memenuhi kebutuhan DKI Jakarta dan provinsi-provinsi di Sumatra karena tidak ada lahannya, yang disuplai melalui Bulog. “Misalnya, Bengkulu, Jambi, dan Riau disuplai dari Lampung melalui Bulog,” katanya.
Tetapi, untuk beberapa komoditi perkebunan mengalami kenaikan eksponya yang cukup signifikan, termasuk di holtikultura seperti cabe jawa juga diekspor. “Lampung ini dominasi ekspor pertanian, bulan ini surplus perdagangan luar negeri,” ujarnya. n Mursalin Yasland