Sabtu 04 Jul 2020 12:23 WIB

Cara Indonesia Keluar dari Jebakan Negara Kelas Menengah

Menurut Jokowi banyak negara terjebak dalam status negara berpendapatan menengah.

Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat kabinet terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, beberapa wkatu lalu. Indonesia berupaya keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/wsj.
Foto: ANTARA /Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat kabinet terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, beberapa wkatu lalu. Indonesia berupaya keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/wsj.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan beberapa upaya agar Indonesia bisa kembali naik status menjadi negara berpendapatan tinggi, dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (4/7).

Presiden Jokowi mengungkapkan banyak negara di dunia yang menghabiskan puluhan tahun, bahkan hampir ratusan tahun terjebak dalam status negara berpendapatan menengah. “Itulah yang tidak kita inginkan. Pertanyaannya apakah kita punya peluang untuk keluar dari middle income trap. Saya jawab tegas, kita punya peluang besar, kita punya potensi besar,” ujarnya.

Baca Juga

Pada 1 Juli 2020 lalu Bank Dunia baru saja menaikan status Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income country) dari negara berpendapatan menengah bawah. Hal itu karena Indonesia telah memiliki pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI) sebesar 4.050 dolar AS pada 2019, atau naik dari 3.840 dolar AS.

GNI adalah pendapatan yang diterima negara dari penduduk, pengusaha, termasuk dari barang dan jasa yang diproduksi serta dijual ke luar negeri dan investasi luar negeri.

Meski naik status, Indonesia masih berada di level negara berpendapatan menengah. Presiden Jokowi mengingatkan Indonesia memiliki peluang besar untuk kembali naik status menjadi negara berpendapatan tinggi dengan beberapa syarat.

Pertama, Indonesia harus memiliki infrastruktur yang efisien. Kemudian, Indonesia juga perlu memiliki sistem kerja yang kompetitif, cepat, dan berorientasi pada hasil.

“Ini sudah mulai kita bangun. Kita butuh kerja cepat kompetitif, yang berorientasi pada hasil. ini yg terus kita upayakan,” ujar Presiden Jokowi.

Selain itu Indonesia juga perlu Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, produktif, inovatif, dan kompetitif. “Di sinilah posisi strategisnya pendidikan tinggi yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mencetak generasi muda yang kompetitif, yang selalu berjuang untuk kemanusiaan dan kemajuan RI,” ungkap Presiden Jokowi.

Oleh karena itu, Presiden menekankan upaya untuk meningkatkan kualitas SDM tidak bisa dilakukan dengan cara-cara normatif. Indonesia memerlukan strategi dan terobosan baru untuk melompat lebih jauh.

“Kita harus berubah, cari cara baru, mengembangkan strategi baru, yang smart shortcut, yang out of the box,” ujar Presiden Jokowi.

Presiden mengajak para rektor dan pemangku kepentingan di sektor pendidikan untuk memanfaatkan puncak bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia,dengan mencetak generasi muda yang unggul untuk membangun Indonesia Maju.

“Satu abad Republik Indonesia sudah dekat di 2045 nanti, tinggal 25 tahun, mari cetak sejarah mari buktikan kita tidak terjebak middle income trap, mari kita buktikan 2045, Indonesia mampu jadi negara berpenghasilan tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Presiden Jokowi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement