REPUBLIKA.CO.ID -- Keyakinan Nabi Muhammad SAW mengenai pengutusannya sebagai rasul Allah menguat ketika beliau bertemu Waraqah saat hendak mengelilingi Ka’bah.
Waraqah meyakinkannya, “Demi Dia yang memegang hidupku, engkau adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima namuz besar seperti yang telah diberikan pada Musa as. Engkau pasti akan didustakan, disiksa, diusir, dan diperangi. Kalau sampai waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah.”
Maka dimulailah proses panjang dakwah Rasulullah saw menyeru bangsa Arab pada Islam. Dari 23 tahun masa kerasulan Nabi Muhammad SAW, 13 tahun di antaranya beliau habiskan di kota kelahiran beliau, Makkah. Sedangkan selama 10 tahun sisanya, beliau berdakwah di Madinah al-Munawwaroh.
Menurut sejarawan Muslim Arab, Ibn Ishaaq (wafat antara 150-159 H/761-770 M), selama tiga tahun pertama Rasulullah saw berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Beliau menyeru orang-orang yang beliau yakini dapat merahasiakan pesan yang dibawanya.
Di antara mereka yang masuk Islam pada periode ini adalah Khadijah, Waraqah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr, Zaid bin Haritsah, Sa’ad bin Abi Waqas, Utsman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, Abd al-Rahman bin ‘Auf, Abdullah bin Mas’ud, dan beberapa orang budak (termasuk Bilal bin Rabah).
Syeikh Tawfique Chowdhury menjelaskan dalam Mercy to the World, Seerah: Makkan Period, pendapat populer yang menyebut bahwa mayoritas pemeluk Islam pada periode ini berasal dari kalangan budak dan fakir miskin tidaklah benar.
“Dari 67 Muslim pertama, hanya 13 di antaranya yang berasal dari golongan miskin, non-Arab, dan budak yang dibebaskan,” ujarnya.
Setelah tiga tahun, melalui sebuah wahyu, Allah memerintahkan Rasulullah saw untuk menyampaikan dakwah secara terbuka. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (QS. Asy-Syu’araa’: 214). Rasulullah saw lalu mengumpulkan 30 orang kerabatnya di rumah beliau dan menyeru mereka pada Islam.
Di sebuah kesempatan yang lain, Rasulullah berdiri di atas sebuah bukit kecil bernama Safa dan mengumpulkan orang-orang Quraisy di Makkah. Setelah mereka berkumpul, dari atas bukit yang terletak berdekatan dengan lokasi Ka’bah itu, Rasulullah berkata, “Jika aku mengatakan kepada kalian bahwa sejumlah besar tentara sedang bersembunyi di balik gunung itu dan siap untuk menyerang kalian, apakah kalian akan percaya?”
Mereka menjawab, “Tentu saja, karena kami mempercayaimu. Kami tahu engkau selalu mengatakan yang benar.”
Lalu Rasulullah SAW berkata, “Tuhan telah memerintahku untuk mengingatkan kalian, orang-orangku, bahwa kalian harus menyembah satu Tuhan. Jika kalian tidak melakukannya, kalian akan mengundang amarah-Nya. Dan aku tidak akan mampu berbuat apapun untuk menolongku, meskipun kalian adalah orang-orang dari kaumku sendiri.”
Seruan terbuka tersebut segera memicu respon para pemimpin Quraisy. Penentangan mereka terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah SAW berlangsung hingga bertahun-tahun setelahnya. Syeikh Tawfique mengatakan, alasan utama pemimpin Quraisy menentang Rasulullah saw dan menghalang-halangi dakwah Islam adalah faktor ekonomi.
Syeikh Tawfique menjelaskan, pada masa tersebut Makkah telah menjadi pusat peribadatan. Hal itu dikarenakan Ka’bah menjadi tempat bagi berhala-berhala milik berbagai suku dan kaum. Para pemimpin Quraisy khawatir suku-suku dan kaum-kaum tersebut berhenti mengunjungi berhala-berhala mereka di Makkah jika konsep ketuhanan yang esa diterima oleh masyarakat Arab.