Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pemerintah harus melakukan harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter untuk menciptakan dan mendukung keberlanjutan bisnis.
“Pandemi ini menimbulkan momentum untuk reformasi struktural dan ekonomi, peningkatan keahlian, mengubah metode bisnis dari offline ke online, serta menguatkan digitalisasi untuk aktivitas ekonomi dan sosial,” tutur Menko Airlangga. Pemerintah meyakini bahwa penggabungan antara digitalisasi dan industrilisasi merupakan syarat untuk mencapai pertumbuhan bisnis.
Dalam laporannya, Bank Dunia menuturkan bahwa penyebaran Covid-19 yang berkelanjutan dan tak dapat dicegah telah menimbulkan pengaruh ekonomi pada semua level baik global, regional, dan nasional. “Dalam beberapa bulan terakhir, kami terpaksa menghentikan semua aktivitas ekonomi yang mau tidak mau menyebabkan defisiensi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkap Airlangga.
Pertumbuhan ekonomi global diprediksi terkoreksi cukup signifikan sampai menyentuh angka minus 5,2%. Pada level regional, pertumbuhan ekonomi di Asia-Pasifik pun diproyeksikan mengalami penurunan tajam hingga mencapai 0,5%. Ketika rantai pasok membaik di masa depan, meskipun bertahap, maka pertumbuhan global diharapkan naik menjadi 6,6%. Indonesia diramalkan akan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, yakni dari 5% pada tahun 2019, menjadi 0% pada akhir tahun ini.
“Dengan kebijakan yang tepat, kami diproyeksikan akan tumbuh 4,8% tahun depan dan 6% di tahun selanjutnya,” ujarnya.
Mulai awal Juni 2020, Indonesia secara bertahap memasuki masa adaptasi. Keputusan ini dilandasi pertimbangan ekonomi. Pelonggaran PSBB dan pembukaan kembali aktivitas ekononomi dianggap dapat membantu perusahaan untuk memutar roda bisnisnya kembali.
Airlangga menjabarkan, di dalam krisis kesehatan ini, ada bisnis yang menjadi pemenang dan pecundang. Sektor pemenang diisi oleh perusahaan yang bertumpu pada teknologi digital seperti sektor pembayaran digital, logistik, kesehatan, teknologi informasi, dan edukasi.
Untuk bisnis di luar sektor digital, ada bisnis yang mencatatkan pertumbuhan positif, yakni rokok, batu bara, makanan pokok, farmasi dan kesehatan, serta minyak nabati. Sementara, yang menjadi pecundang ada pada sektor pariwisata, jasa tidak esensial,dll.
“Kita harus memastikan sektor pemenang itu terus bertahan, sedangkan sektor yang sangat terkena imbasnya harus diberi perhatian penuh supaya dapat kembali beraktivitas, mempekerjakan kembali dan mengembalikan daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga,” jelas dia.
Editor : Eva Martha Rahayu
www.swa.co.id