REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Ir HM Ridwan Hisjam meyakini, digitalisasi SPBU yang terbangun secara menyeluruh akan menutup ruang terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan BBM subsidi. Potensi kerugian negara dapat dihindari dengan melakukan pengendalian di ujung penyaluran yakni di nozzle SPBU.
Contohnya, kuota BBM subsidi di suatu daerah adalah 10 ribu KL. Maka akan dapat dipantau BBM tersebut digunakan oleh jenis kendaraan, volume BBM, nama pemilik, dan data lainnya yang diperlukan.“Dengan digitalisasi ini, akan menghemat subsidi BBM yang diberikan oleh Pemerintah, menambah pemasukan negara yang tercecer kemana-mana namun tidak menambah beban masyarakat,” ucap Ridwan.
Untuk itu, sebagai anggota Komisi VII DPR RI, pihaknya mendorong BPH Migas untuk berinisiasi melakukan kerjasama dengan Kepolisian RI, Ditjen Pajak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kementerian Dalam Negeri. Dalam masa saat ini (New Normal) kita perlu upaya extra-ordinary dalam upaya melakukan perbaikan tata kelola hilir migas.
“Terutama dalam pengendalian subsidi BBM, pendistribusian BBM agar tepat volume dan tepat sasaran, pencegahan kejahatan, dan mendukung rakyat taat membayar pajak,” ucap Ridwan.
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa menyampaikan apresiasi atas dukungan Anggota Komisi VII DPR RI Ridwan Hisjam agar program digitalisasi Nozzle dapat segera diselesaikan dan dilengkapi adanya monitoring dengan perangkat video analytic (CCTV) untuk mencatat nomor polisi secara otomotis sehingga digitalisasi nozzle dapat secara efektif digunakan untuk pengawasan BBM subsidi agar tepat volume dan Sasaran.
Lebih lanjut Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa menyampaikan bahwa pencatatan penyaluran komoditas yang diberikan subsidi (BBM JBT) secara elektronik di titik serah harus dapat mengidentifikasi penggunaan dan volume penyalurannya, karena dapat menjadi suatu variabel perhitungan besaran penggantian subsidi oleh Pemerintah. Sesuai dengan PMK 157 Tahun 2016 disebutkan bahwa volume JBT hasil verifikasi BPH Migas lah yang akan dijadikan dasar dalam perhitungan pembayaran subsidi oleh Kementerian Keuangan. "Kita mengharapkan sekali lagi bahwa JBT dan JBKP ini agar betul-betul di verifikasi dengan baik dan IT Nozzle bisa menjadi alat verifikasi bagi BPH Migas", jelas Ifan, sapaannya.
Program digitalisasi SPBU ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penggunaan Sistem Teknologi Informasi Dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak dan Surat Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 38/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penugasan Badan Usaha untuk Melaksanakan Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa Badan Usaha Penugasan jenis BBM Tertentu wajib menyiapkan sistem teknologi informasi terpadu yang dapat merekam data konsumen dan volume penyaluran BBM untuk setiap konsumen secara on line.
Sementara itu PT. Pertamina (Persero) bekerja sama dengan PT. Telkom Indonesia membangun program digitalisasi SPBU untuk sejumlah 5.518 SPBU yang tersebar di seluruh wilayah NKRI yang dimulai pada 31 Agustus 2018 dengan target awal penyelesaian pada akhir Desember 2018, namun dalam perjalanannya mengalami beberapa kali perubahan target karena terdapat kendalan di lapangan. Terakhir, PT. Pertamina PT. Pertamina (Persero) dan PT. Telkom Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan digitalisasi nozzle hingga akhir Agustus 2020.
“Kami akan menugaskan seluruh pegawai BPH Migas untuk mengecek kelapangan apakah program digitalisasi SPBU ini dapat berjalan dengan baik dan BPH Migas akan memonitor dan mengawal komitmen terakhir yang disampaikan oleh PT. Pertamina dan PT. Telkom bahwa digitalisasi SPBU di 5.518 akan selesai dan berfungsi dengan baik dibulan Agustus 2020 bersamaan dengan hari Kemerdekaan RI yang ke-75” tutur Ifan.