REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kini fokus dalam mencari pinjaman dari lembaga multilateral dan bilateral serta penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dalam negeri. Pergeseran prioritas ini seiring dengan kondisi pasar internasional yang masih penuh ketidakpastian dan volatile, sehingga kurang menguntungkan untuk menerbitkan obligasi global.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, pinjaman program dari lembaga lain baru menjadi prioritas paruh kedua mengingat banyaknya ketentuan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Di antaranya, negosiasi dengan peminjam hingga melakukan sinkronisasi dengan perjanjian luar negeri.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah memutuskan menerbitkan SBN valuta asing terlebih dahulu pada periode Januari hingga Juni. "Baru, pinjaman (lembaga multilateral dan bilateral) di semester kedua," ujar Luky dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (24/7).
Sepanjang 2020, pemerintah memproyeksikan penarikan pinjaman program dari lembaga multilateral dan bilateral senilai 7,3 miliar dolar AS. Sebanyak 1,8 miliar dolar AS di antaranya sudah dipenuhi pada semester satu melalui pinjaman program kepada lima lembaga internasional. Sisanya, sekitar 5,5 miliar dolar AS akan 'dicari' pada semester dua melalui pinjaman program.
Lebih rinci, pinjaman program yang sudah ditarik pada semester pertama adalah dari Bank Dunia sebesar 300 juta dolar AS. Sementara itu, Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar 500 juta dolar AS dan Bank Pembangunan Prancis 100 juta euro.
Selain itu, pemerintah juga menarik pinjaman dari Bank Pembangunan Jerman senilai 500 juta euro dan Japan international Cooperation Agency (JICA) sebanyak 31.800 juta yen Jepang.
"Semester dua ini, target indikatifnya karena kita masih nego terus dengan lender mitra kita itu sebesar 5,5 miliar dollar AS," kata Luky.
Di sisi lain, Kemenkeu sudah tiga kali menerbitkan SBN berdenominasi valuta asing atau global bonds. Dua di antaranya yakni SBN konvensional dengan denominasi dolar Amerika Serikat (AS) dan Euro sebesar masing-masing 2 miliar dolar AS dan 1 miliar euro. Pada bulan lalu, pemerintah menerbitkan Sukuk Global pada Juni 2020 dengan nilai 2,5 miliar dolar AS.
Terakhir, memasuki semester dua atau awal Juli, pemerintah menerbitkan Samurai Bond atau SBN denominasi Yen Jepang. Masuk ke semester dua, ada samurai bond. Nilai penerbitannya mencapai 100 miliar yen Jepang dengan lima tenor.
Meski fokus mencari pinjaman dari lembaga multilateral dan bilateral, Luky tidak menutup kemungkinan adanya penerbitan global bonds lagi. Sebab, pemerintah masih menerapkan sikap oportunistik dan fleksibel dalam pembiayaan tahun ini. "Kita selalu memonitor market, melihat kesempatan apa yang terjadi di market sambil kita lihat risiko dan kebutuhan dari APBN itu sendiri," ucapnya.
Tidak hanya pinjaman dari luar negeri, pemerintah juga fokus menerbitkan SBN dalam negeri untuk menutupi defisit APBN. Di antaranya melalui penerbitan SBN ritel dan lelang SBN dwi mingguan yang rata-rata direncanakan sebesar Rp 35-40 triliun per penerbitan.