REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Anggota Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat mengungkap modus baru dalam penyelundupan narkoba antarprovinsi yang tidak terdeteksi mesin X-Ray bandara. Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda NTB Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf di Mataram, Kamis, mengungkapkan modus baru tersebut berdasarkan hasil penangkapan dua orang asal Aceh berinisial AG (27) dan ME (28). Keduanya menyembunyikan satu kilogram sabu-sabu dalam sandal kulit warna coklat.
"Dengan modus operandi barang bukti (sabu-sabu) dimasukkan ke sandal dan dipakai oleh mereka, ini tidak terbaca mesin X-Ray bandara," kata Kombes Pol Helmi.
Menurut Helmi, sebelum kedua pelaku tiba di Lombok, NTB, pesawat yang mereka tumpangi sempat singgah di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Modusnya pun tidak tercium oleh petugas bandara setempat.
"Jadi pesawat mereka sempat transit di Jakarta, baru kemudian ke Lombok, NTB. Tapi itu lah modus mereka ini, sabu-sabu yang mereka sembunyikan di sandal dan mereka pakai ini tidak terbaca saat melewati pemeriksaan," ujarnya.
Bahkan kepada penyidik, jelasnya, modus serupa pernah berhasil dijalankan kedua pelaku. Dengan membawa sabu-sabu yang beratnya melebihi satu kilogram, pernah mereka loloskan dan sampai ke tangan pemesan di NTB. "Jadi ini (penyelundupan sabu-sabu) ketiga kalinya. Untuk yang dua kalinya pernah lolos, modusnya sama dan jumlahnya lebih besar dari yang sekarang terungkap," ucap dia.
Lebih lanjut, kedua pelaku dalam menjalankan tugas antar ini menerima upah Rp14 juta. Upah tersebut diterimanya setelah pesanan diterima oleh pemesannya asal NTB.
Terkait dengan peran pemesan, pihak kepolisian juga telah meringkusnya. Pemesannya dikatakan seorang narapidana Lapas Lombok Timur berinisial LL, yang turut dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolda NTB. "Pemesannya juga kita tangkap. Dia seorang napi Lapas Lombok Timur," ujarnya.
Narapidana kasus narkotika berinisial LL, jelasnya, turut ditangkap berdasarkan hasil pengembangan keterangan kedua pelaku asal Aceh tersebut. Karenanya, LL yang masih menjalani penahanan di Lapas Lombok Timur karena kasus narkotika, kini terancam Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkortika.
"Meskipun dia (LL) tidak ada barang, tapi masih menjadi satu bagian dari sindikat narkoba, maka kita terapkan Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Narkotika yang mengatur tentang pemufakatan jahat," katanya.
Sedangkan, AG dan ME yang kini terancam pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati telah ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan Pasal 112 Ayat 2 dan atau Pasal 114 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika. "Karena ini barangnya (sabu-sabu) di atas lima gram, sesuai aturan pidananya, mereka terancam penjara seumur hidup atau hukuman mati," kata Helmi.