REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Umumnya orang berdoa di kala susah dan lupa berdoa di kala senang. Padahal berdoa pada saat gembira itu berpahala. Nabi SAW bersabda, seperti dikutip Syaikh Nawawi Banten dalam magnum-opusnya Tafsir Munir, “Barangsiapa ingin doanya dikabulkan pada saat susah, hendaklah dia banyak berdoa di kala gembira.”
Dikabulkannya doa di kala susah adalah pahala berdoa ketika seseorang kaya, sehat, sukses berdagang, dipromosikan, naik jabatan, dan lainnya. Artinya, Allah SWT memberikan respons positif bagi orang yang mengingatnya di kala mudah. Inilah yang disebut Allah SWT Maha Berterima Kasih (al-Syakur) kepada hamba-Nya.
Namun, secara psikologis, Alquran menggambarkan tentang kondisi manusia ketika berduka dan bahagia. Pertama, Allah SWT berfirman, “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri.” (QS.Yunus/10: 12). Artinya, saat ditimpa penyakit dan kekurangan mereka berdoa dengan beragam cara.
Menurut Syaikh Nawawi Banten, apabila mereka tertimpa bahaya, maka manusia merendahkan diri dan berdoa baik dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri secara serius dan sunguh-sungguh. Mereka memohon kepada Allah SWT agar bahaya yang menimpa tersebut buru-buru dilenyapkan dan diganti dengan anugerah-Nya.
Keadaan batin manusia yang penuh kegundahan dan kecemasan tatkala ditimpa musibah dipertegas Alquran dalam ayat lain. Misalnya, “Apabila manusia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (QS. al-Fushshilat/41: 51). Yang dimaksud banyak berdoa pada ayat ini menurut pengarang Tasir Jalalain adalah banyak permintaannya.
Kedua, Allah SWT berfirman, “Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.” (QS.Yunus/10: 12). Padahal kalau pada saat gembira manusia berdoa, tiada bahaya yang datang mendera.
Inilah manusia yang kata Syaikh Nawawi Banten, kerap berpaling dari syukur dan tidak ingat kepada bahaya yang datang. Manusia tidak lagi mau tahu nikmat yang telah diberikan Allah SWT, seolah-olah tidak pernah memanjatkan doa kepada Allah SWT. Umumnya manusia seperti ini bergaya hidup hedonistik dan konsumeristik.
Maka pantas saja kalau Allah SWT menyebut mereka, “Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS.Yunus/10: 12). Namun, menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, tidak demikian bagi orang yang mendapat bimbingan Allah SWT, taufik, dan hidayah-Nya.
Secara gradual dan ideal, seorang mukmin tatkala berada dalam keadaan ditimpa bahaya atau bergembira, hendaknya tetap mengikuti tuntunan Allah SWT. Misalnya, “Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. al-Hadid/57: 23).
Nabi SAW memuji pribadi mukmin yang bersikap seperti dalam firman Allah SWT ini, “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.
Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim). Inilah serangkaian pahala berdoa tatkala bahagia yang mudah-mudahan dapat menggugah kita. Semoga kita jadi lebih rajin berdoa di kala bahagia sehingga doa kita dikabulkan tatkala susah. Aamiin.