REPUBLIKA.CO.ID,
فعن جابر بن عبدالله - رضي الله عنهما - أن امرأة من الأنصار قالت لرسول الله - صلى الله عليه وسلم -: يا رسول الله، ألا أجعل لك شيئًا تقعد عليه؛ فإن لي غلامًا نجارًا؟ قال: ((إن شئتِ))، قال: فعملَتْ له المنبر، فلمَّا كان يوم الجمعة قعد النبي - صلى الله عليه وسلم - على المنبر الذي صنع، فصاحت النخلة التي كان يخطب عندها حتى كادت تنشقُّ، فنزل النبي - صلى الله عليه وسلم - حتى أخذها فضمها إليه فجعلت تئنُّ أنينَ الصبيِّ[1] الذي يُسكَّتُ حتى استقرَّت، قال: ((بكت على ما كانت تسمع من الذكر))
Pada suatu Jumat, warga Madinah digemparkan dengan suara tangis yang amat pilu dan tak ujung henti. Suara yang seperti rengekan bayi itu berasal dari Masjid Nabawi. Para sahabat Rasul yang berada di masjid pun kebingungan, siapa gerangan yang menangis. Saat itu, mereka tengah berkumpul untuk menjalankan sholat Jumat.
Tangisan terdengar sesaat ketika Rasulullah memberikan khutbah. Mendengarnya, Rasulullah pun turun dari mimbar menunda khutbahnya. Sang Nabi kemudian mendekati sebuah pohon kurma. Beliau mengelusnya, kemudian memeluknya. Maka, berhentilah suara tangisan itu. Ternyata, si pohon kurma itulah yang menangis. Hampir saja pohon itu terbelah karena jerit tangisnya.
Sejak Masjid Nabawi berdiri, pohon kurma itu telah di sana. Tak hanya menjadi tonggak, pohon kurma tersebut selalu menjadi sandaran Nabi acapkali beliau memberikan khutbah. Si pohon selalu menanti hari Jumat karena pada hari itu ia akan mendampingi Nabi memberikan nasihat kepada kaum Muslimin. Sejak Jumat pertama masjid berdiri, ia selalu setia dan bahagia menemani Nabi Muhammad. Hingga hari Jumat itulah ia menangis.
Beberapa hari sebelum Jumat yang pilu bagi si pohon, seorang wanita tua Anshar mendatangi Rasulullah. Ia memiliki putra seorang tukang kayu dan ia menawarkan sebuah mimbar untuk Rasul. “Wahai Rasulullah, maukah kami buatkan mimbar untuk Anda?” ujarnya. Rasulullah pun menjawab, “Silakan jika kalian ingin melakukannya,” ujar beliau.
Maka, pada Jumat keesokan hari, mimbar Rasul telah siap digunakan. Mimbar itu pun diletakkan di dalam masjid. Saat Rasul menaiki mimbar, menangislah si pohon karena ia tak lagi menjadi “teman” Rasul dalam khutbah Jumat seperti biasa. “Pohon ini menangis karena tak lagi mendengar nasihat yang biasa disampaikan di sampingnya,” ujar Rasul setelah memeluk pohon tersebut.
Setelah dipeluk Nabi, si pohon bahagia. Ia tak lagi menangis dan dirundung kesedihan. Meski tak lagi mendampingi Nabi, mendapat pelukan dari Nabi cukup mengobati rasa sedihnya. Rasulullah pun berkata kepada para sahabat, “Kalau tidak aku peluk dia, sungguh dia akan terus menangis hingga hari kiamat,” sabda Nabi.
Kisah pohon kurma yang menangis ini sangat populer dalam kisah Islami. Banyak rawi yang meriwayatkan hadits tersebut, sehingga tak perlu lagi dipertanyakan kesahihannya. Para sahabat banyak meriwayatkannya, baik Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Jabir, Ibnu Umar, dan lain sebagainya. Kisah ini menunjukkan betapa seluruh makhluk, bahkan pohon sekalipun, mencintai Rasulullah. Maka, sangat mengherankan jika manusia yang berakal dan mengetahui keluhuran akhlah beliau kemudian tak jatuh cinta kepada sang Nabi.