Senin 17 Aug 2020 04:30 WIB

Mualaf Junio Charies Rieyan, Air Mata Usai Sholat Pertama

Mualaf Junio Charies Rieyan menemukan hidayaah saat keterpurukan.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Mualaf Junio Charies Rieyan menemukan kedamaian dalam risalah Islam.
Foto: Dok Istimewa
Mualaf Junio Charies Rieyan menemukan kedamaian dalam risalah Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Junio Charies Rieyan menemukan hidayah Allah di saat-saat paling terpuruk dalam hidupnya. Pria 27 tahun kelahiran Semarang ini mengucapkan dua kalimat syahadat pada pertengahan 2017 lalu. Sebenarnya, Junio lahir di tengah keluarga Muslim. Keluarga besarnya mayoritas memeluk Islam.  

Akan tetapi, saat dirinya masih kecil kedua orang tuanya memilih untuk berpindah agama. Jadilah Junio kecil ikut-ikutan menjadi seorang pemeluk Nasrani. Pada waktu itu, dia dan keempat saudaranya merasa mau tidak mau harus mengikuti keyakinan kedua orang tua mereka. Junio ketika itu bukanlah penganut agama yang taat.  

Sebelum ia akhirnya memutuskan masuk Islam pada 2017, tidak pernah ia rutin pergi beribadah ke gereja. Bahkan, saat remajanya ia cenderung merasa tidak memerlukan agama. Baginya, iman itu hanya urusan individu. Yang terpenting dalam hidup adalah bagaimana menjadi orang yang berlaku baik dan bermanfaat bagi sesama. Setidaknya, kekosongan iman itu dirasakannya selama satu tahun sebelum menerima hidayah Allah SWT.

Menginjak usia dewasa, Junio pun tertarik untuk menekuni dunia bisnis. Mulanya, ia merintis perusahaan biro perjalanan. Ternyata, kemampuannya dalam mengembangkan usaha cukup baik. Dengan ketekunan dan kepiawaiannya, usaha yang dirintisnya itu kian lama kian dikenal masyarakat. Namanya pun akhirnya dikenal sebagai seoarng pengusaha travel. 

Semula, bisnisnya hanya menyediakan jasa travel wisata. Namun, belakangan, saasaran pasarnya dikembangkan sehingga perusahaan nya juga membuka jasa perjalanan umroh dan haji. Waktu itu, dirinya belum memeluk Islam. Ia memilih berfokus pada travel ibadah khas Islam itu semata-mata didasari niatan bisnis. 

Meski saat itu dirinya bukanlah seorang Muslim, Junio nekat menyediakan jasa perjalanan umroh dan haji. Tentunya, upaya itu tidak mudah baginya. Ia mau tak mau harus mempelajari seluk beluk ziarah Muslimin ke Tanah Suci. Barulah dengan cara demikian, perusahaan yang dipimpinnya dapat memberikan pelayanan terbaik bagi para konsumen.  

Ya, meskipun dirinya tak sampai menginjakkan kaki di Makkah maupun Madinah, Junio tetap merasa harus mengetahui ihwal umroh dan haji. Dengan cermat, ia juga mencari tahu hal-hal yang menjadi kebutuhan jamaah selama di Arab Saudi. Tak heran, kala itu Junio hafal talbiyah atau bacaan- bacaan lain yang disunnahkan ketika seorang Muslim melaksanakan umroh atau haji.  

Usaha travel yang dijalankan Junio membawanya menjadi orang yang mapan di usia muda. Ia bahkan mampu mendirikan kantor-kantor cabang di sejumlah kota, seperti Semarang, Yogyakarta, dan Solo. Tampaknya, inilah gerbangnya menuju kesuksesan dalam hidup. Namun, ujian kemudian datang menimpanya. Perusahaan milik Junio tiba-tiba tidak bisa lagi mendapatkan visa umroh. Alhasil, ia harus bertanggung jawab. Bahkan, dirinya terpaksa mengembalikan uang seluruh jamaah yang batal berangkat ke tanah suci.  

Ia mulai menyadari, beberapa cara yang ditempuhnya tidak benar dalam menjalankan bisnisnya. Saat itu, Junio yang jauh dari agama hanya memikirkan ambisi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Ia sempat tidak berterus terang kepada jamaah bahwa dirinya non-Muslim. 

“Waktu aku di atas, enggak ingat Tuhan. Mungkin di situ Tuhan lihat aku, kok, begitu banget ya? (Seolaholah Tuhan mengatakan) 'Kamu di atas yang bikin kayak gitu siapa?” Seharusnya lebih sadar lagi.' Namanya manusia, pernah ada salah,” ujar Junio dalam video di akun YouTube pribadinya, yang telah dikonfirmasi Republika.co.id, beberapa waktu lalu. 

“Sekarang pun menyesal aku pernah begitu. Tapi, kalau enggak begitu, mungkin enggak kayak sekarang bisa kembali kepada Allah," sambungnya.  

Sedihnya lagi, kesulitan finansial itu terjadi tepat di saat dirinya akan melangsungkan pernikahan. Waktu itu, Junio telah melamar calon istrinya. Kepada perempuan yang dicintai nya itu, ia berjanji akan meng adakan pesta pernikahan nan mewah. 

Namun, apa daya, realitasnya berbeda. Ternyata, bisnisnya diterpa berbagai kendala yang memaksanya untuk mengeluarkan dana tak sedikit. Meskipun demikian, sang calon istri tetap menerima keadaan Junio dengan tangan terbuka.  

Kala mengenang masa-masa tersulit dalam hidupnya, Junio mengungkapkan, beberapa momen yang terpatri dalam benaknya. Saat bisnisnya menderita kerugian besar, ia benar-benar kesulitan, bahkan untuk makan sehari-hari saja. 

Juni mengatakan, waktu itu tepat bulan suci Ramadhan. Sebagai non- Muslim dia merasa bulan itu sebagaimana biasanya. Tidak ada kekhususan apa pun.

Dalam kondisi kelaparan, ia melihat banyak orang Islam di sekitarnya menahan diri dari makanan dan minuman. Sebab, mereka berpuasa. Akan tetapi, sesudah berbuka puasa saat maghrib orang-orang itu tetap disiplin beribadah. Ia menyaksikan sendiri, tak sedikit dari mereka berduyun-duyun datang ke masjid untuk menunaikan sholat, mendekatkan diri pada Tuhan.  

“Allah memberikan hidayah secara bertahap. Dimulai dari hal kecil dengan (saya) memiliki calon istri Muslim dan lingkungan Islam, kemudian hidayah besar dengan ujian ekonomi yang saya dapatkan hingga untuk makan sehari saja sulit,” ujar Junio.

photo
shalat tahajud/ilustrasi - ()

Saat itu, lelaki ini merasa hatinya kosong dan kesepian. Ia merasa, saat itu sangat membutuhkan Tuhan. Pemandangan orang-orang Islam beribadah siang dan malam ternyata menyentuh nuraninya. Entah mengapa, ia merasa terpanggil untuk lebih dekat lagi mengenal Islam. Ia melihat bagaimana sholat lima waktu yang dilakukan kaum Muslimin membuat hidup mereka lebih dekat pada Tuhan Yang Mahakuasa. 

Dan, ibadah itu dilakukan langsung. Dalam arti, tak ada perantara antara seorang insan dan Tuhannya. Bahkan, dari cerita-cerita yang Junio dengar, orang Islam pun ada yang bangun tengah malam untuk melaksanakan sholat dan berdoa, memohon ampunan kepada-Nya.

"Aku nggak mungkin bergantung pada orang lain, bahkan di saat aku terpuruk tidak ada yang bisa membantu aku, pun orang tua aku. Hanya Allah satu-satunya tempat aku bergantung. Baik kantor dan gaji yang kita dapatkan tidak bisa diharapkan, karena itu tidak akan cukup, hanya Allah yang bisa mencu kupkan," ujarnya mengenang momen kesadaran itu.

Perlahan-lahan, Junio mencoba memperbaiki kesalahannya di masa lalu, termasuk dalam menjalankan usahanya. Pada saat yang sama, ia pun mulai serius untuk mempelajari Islam. Akhirnya, pada pertengahan 2017 dirinya memantapkan diri untuk memeluk Islam. Ikrar dua kalimat syahadat diucapkannya di hadapan tokoh agama setempat.  

Setelah resmi menjadi Muslim, Junio kemudian mempelajari berbagai seluk beluk keislaman, termasuk ibadah wajib harian. Ia sangat bersyukur, calon istrinya itu yang seorang Muslim dengan sabar menolongnya untuk mendalami Islam. Sedikit demi sedikit, ia mengetahui apa itu rukun Islam dan rukun iman. Selanjutnya, ia juga berusaha mengaji Alquran dan menghafal surah-surah pendek. Akhirnya, Junio dapat melaksanakan sholat lima waktu.

Ia ingat, dirinya menangis saat bisa melakukan sholat untuk pertama kalinya. Dia merasakan keharuan yang teramat sangat. Betapa leganya seorang insan dapat berhadapan langsung dengan Allah di dalam sholat; berkomunikasi dengan-Nya dari hati yang terdalam. 

Saat bisa melaksanakan sholat lima waktu itu, muncul keinginan kuat dalam diri Junio untuk setiap jam terus beribadah kepada-Nya, selalu mengingat Allah SWT. Ketika Junio memeluk Islam, sang ibu mengetahuinya meski Junio belum bercerita. Yang membuatnya amat bahagia ialah, ibunya mendukung pilihan hidupnya.     

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement