REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Masyarakat tampaknya semakin dekat dengan teknologi digital di masa pandemi Covid-19. Namun dibalik aktivitas di dunia digital itu, ada persoalan keamanan data pribadi.
Mengutip sumber Allen Gerysena PPI IBMATI India Agustus 2020, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Henri Subiakto memaparkan alasan-alasan hacker meretas data pribadi seseorang. Pertama, untuk mencari profit.
“Orang yang lakukan itu, organisasi yang melakukan itu untuk mencari profit, apakah profit pribadi atau organisasi , perusahaan atau lembaga tertentu,” kata Henri dalam acara virtual BSA| The Software Alliance, Selasa (25/8).
Kedua, analisis data. Henri mengatakan terkadang hacker meretas data pribadi untuk melakukan analisis data (data mining). Data itu bisa digunakan untuk kepentingan politik seperti kasus Cambridge Analytica Data scandal. Analisis data juga bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang terkait dengan ekonomi, misalnya menganalisis potensi ekonomi.
Ketiga, low bug bounty price. Ini adalah hacker kecewa karena ia hanya mendapat reward kecil, lalu ia mencoba memanfaatkan data pribadi yang sudah diretas untuk mencari keuntungan sendiri.
“Saya beberapa bulan lalu jadi saksi ahli di Polda Jatim.Itu ada anak-anak muda. Sebenarnya awal pelaku ikut mendukung aplikasi di Indonesia, tapi kemudian di-hack sendiri aplikasi itu, dia cari keuntungan dari aplikasi itu supaya dia dapat bonus,” ujar Henri.
Keempat, persoalan politik. Persaingan antar perusahaan atau antar kelompok-kelompok politik, bahkan partai politik ini seringkali terjadi. Ada alasan-alasan tertentu.
Peretasan data pribadi ini juga memiliki akibat pada lembaga yang terkena. Yakni, legal liability. Organisasi dan negara dinilai lalai melindungi data pribadi. Ini berpotensi muncul legal dispute.
Akibat selanjutnya, adalah reputasi bisnis. Henri mengungkapkan reputasi yang jatuh bisa berdampak pada kepercayaan pengguna, hingga investor dan pemerintah.
“Kalau sudah reputasi bisnis terganggu maka investor yang mau menginvest dana di perusahaan itu bisa ragu-ragu, bahkan pemerintah mulai ragu-ragu dengan reputasi perusahaan tersebut,” katanya.
Kemudian, terjadi loss productivity. Keuntungan justru hilang karena kompetitor lain mengambil alih ide dan inovasi, atau bisa juga orang akan mencari yang lebih aman dan lebih baik.