Senin 31 Aug 2020 08:13 WIB

KPAI: Infrastruktur Sebelum Buka Sekolah Wajib Dipenuhi

Penyiapan infrastruktur sekolah tidak bisa mengandalkan BOS.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) benar-bener memikirkan aktivitas pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan penyiapan pembelajaran tatap muka. Ia mengatakan, minimnya infrastruktur sekolah mengancam nyawa anak-anak dan guru saat sekolah dibuka.

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan penyiapan ini sangat krusial karena menyangkut keselamatan jutaan siswa, guru dan warga sekolah lainnya. Apalagi, data terakhir dari Kemendikbud yakni 3.347 sekolah menggelar tatap muka harus menjadi perhatian pemerintah.

Baca Juga

Penyiapan, kata Retno, tidak bisa mengadalkan dana BOS, karena sangat tidak mencukupi. Ia mengatakan butuh dana yang tidak sedikit dalam melakukan penyiapan infrastruktur adaptasi budaya baru di satuan pendidikan. 

"Pengalaman SMKN 11 Kota Bandung yang sudah menyiapkan infrastruktur adapatasi budaya baru di sekolah dalam pembelajaran tatap muka, ternyata anggaran penyiapan sangat besar, tak bisa hanya mengandalkan dana BOS, tetapi juga BOSDA dan dukungan angaran Komite Sekolah," kata Retno, Ahad (30/8).

Data dari survei KPAI  yang melibatkan 6.729 sekolah menunjukkan, inftastruktur pendukung budaya bersih dan sehat di satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah masih minim bahkan sebelum pandemi. Misalnya sarana dan prasarana toilet, wastafel, sabun cuci tangan, tisu, dan lain-lain. 

Sebelum pandemi, hampir semua sekolah sudah memiliki wastafel, hanya saja jumlahnya sedikit dan belum menyebar, serta terkonsentrasi di toilet sekolah, padahal  wastafel sangat diperlukan dalam adaptasi kebiasaan baru di sekolah, karena anak harus sering cuci tangan. 

Misalnya ketersediaan sabun cuci tangan sebelum pandemi. KPAI mencatat 67 persen sekolah sudah menyediakan sabun hanya di toilet sekolah, 28 persen kadang-kadang menyediakan dan 5 persen menyatakan tidak pernah menyediakan. Saat buka sekolah dilakukan, sabun cuci tangan wajib ada di setiap wastafel depan kelas, bukan hanya di toilet sekolah.

Penyediakan tisu di toilet sekolah sebelum pandemi covid 19  hanya dilakukan oleh 27 persen, sedangkan 41 persen sekolah menyatakan kadang-kadang menyediakan tisu, dan 32 persen menyatakan tidak pernah menyediakan tisu. "Padahal, kalau cuci tangannya sudah benar, tetapi tidak ada sarana mengeringkan, maka anak kemungkinan mengelap tangannya di benda yang kemungkinan kurang steril," kata Retno.

Ia melanjutkan, saat pembelajaran tatap muka, seluruh sarana dan prasarana itu tersedia dalam jumlah yang mencukupi antara sarananya dengan jumlah siswa dan guru. Selain itu juga dibutuhkan bilik disinfektan, thermogun, air yang mengalir, ruang isolasi sementara, dan seluruh petunjuk arah, serta seluruh protokol kesehatan/SOP dalam adaptasi budaya baru di sekolah. 

"Semua itu butuh anggaran yang tidak kecil, jadi seharusnya politik anggaran mulai diarahkan ke pendidikan , terutama penyiapan infrastruktur untuk  memenuhi  protocol kesehatan agar kita dapat menjamin dan memenuhi Hak Hidup, Hak Sehat dan Hak pendidikan jutaan anak Indonesia dan para gurunya," ujar dia. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement