REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berempati dengan dampak pandemi Covid-19 yang berimbas terhadap kehidupan para pekerja informal, seperti ojek online. Terlebih, saat ini DKI Jakarta sedang memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
PSBB mengharuskan warga mengurangi berbagai aktivitas di luar rumah. Seperti apa kehidupan masyarakat dimasa PSBB Jilid II?
Sabtu pagi, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) memulai kegiatan akhir pekannya dengan bertemu berbagai kalangan. Ini tampak dalam tayangan acara UNDERCOVER di akun YouTube-nya, Bamseot Channel.
Memang berbeda dengan PSBB sebelumnya, kali ini pengemudi ojek online diperbolehkan membawa penumpang, dengan syarat mematuhi protokol kesehatan. Namun, order penumpang tetap turun.
Di satu sisi menunjukan ketaatan warga mematuhi PSBB dengan mengurangi aktifitas di luar rumah. Di sisi lain kebijakan ini membawa dampak ekonomi yang cukup signifikan terhadap pendapatan ojek online, maupun kalangan usaha lainnya.
"Karena itulah pentingnya pemerintah DKI Jakarta mendistribusikan bantuan secara merata, agar mereka yang terdampak PSBB seperti pengemudi ojek online, bisa tetap menghidupi diri secara layak," ujar Bamsoet usai ngobrol santai (Ngobras) dengan para pengemudi ojek online dan pemilik warung tegal di kawasan Gondangdia, Jakarta, Ahad (20/9).
Adalah Ibu Iis (42), yang telah menjalani profesi sebagai pengemudi ojek online sejak 2017 di kawasan Gondangdia. Tepatnya di bawah jembatan layang Kereta Api.
Sejak bercerai dan ditinggalkan suaminya tiga tahun lalu, ia terpaksa menjadi tulang punggung keluarga bagi keempat anaknya. Menarik ojek mulai dari setengah 6 pagi hingga sore.
Kadang, saat pandemi dan adanya kebijakan PSBB tak ada satupun nada panggil berdering di handphone nya. Itu berarti tak sepeserpun rupiah yang akan masuk dalam rekeningnya karena tak ada tumpangan maupun pesanan.
Kemarin, hari Jumat, kata Ibu Iis, seharian hanya dapat 3 penumpang saja. Hari ini masih 0 rupiah belum dapat penumpang ataupun pengiriman.
“Saldo tabungan saya dari kemarin hanya ada sebelas ribu rupiah,” curhatnya kepada Bamsoet.
Hingga kini kata ibu empat anak ini, dirinya dan kawan-kawannya sesama pengemudi Ojol belum dapat bantuan sama sekali dari pemerintah. Khususnya bantuan tunai.
Selain Ibu Iis, kondisi serupa juga dirasakan Ibu Fitria, yang sehari-hari berjualan nasi dan lauk pauk menggunakan mobil pick up di pinggir jalan. Sebagian besar pelanggannya yang orang kantoran, tak bisa membeli dagangannya karena tak masuk kantor akibat PSBB jilid II.
"Ditengah pandemi Covid-19, Ibu Iis dan Ibu Fitria tetap mencari nafkah, karena mereka mengaku belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah provinsi. Sementara bantuan berupa Sembako maupun donasi yang didapat dari warga, tak bisa mencukupi kebutuhan harian. Karenanya rezeki tetap harus dicari. Ironis, ditengah keharusan warga berdiam diri di rumah, himpitan ekonomi malah datang menghampiri. Sementara bantuan yang merupakan hak mereka sebagai warga negara, tak bisa menutupi beban kehidupan," tandas Bamsoet.
Dia mendorong pemerintah pusat hingga daerah untuk segera kembali menggelontorkan berbagai program bantuan sosial dengan tepat sasaran. Serta mengajak kalangan warga yang memiliki kondisi perekonomian cukup baik, untuk kembali mengulurkan donasinya.
"Di berbagai tempat, masih banyak Ibu Iis dan Ibu Fitria lainnya, para perempuan tangguh yang tengah berjuang melawan Covid-19 sekaligus melawan himpitan ekonomi. Sekaranglah waktunya bagi kalangan kelas menengah dan atas untuk mengubur rasa individualistik dan egoisme," ujar Bamsoet.
Bagaimana kisah lengkap Ibu Iis dan kawan-kawannya sebagai pengemudi Ojol serta Ibu Fitri yang berjualan nasi di pinggir jalan bertahan hidup? Simak perjuangannya di kanal YouTube Bamsoet Channel.