REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa sesungguhnya tidak sulit untuk memahami Pancasila dan melaksanakan atau menjalankan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, berbangsa dan bernegara. Sebab, Pancasila digali dari masyarakat Indonesia dan dirumuskan oleh para bapak bangsa Indonesia.
"Pancasila lahir dari bangsa Indonesia sehingga memahami Pancasila sesungguhnya tidak rumit dan melaksanakan Pancasila juga tidak sulit," kata Hidayat Nur Wahid dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR di Cilegon, Banten, Senin (5/10). Sosialisasi Empat Pilar MPR kerjasama MPR dan Ikadi Kota Cilegon juga menghadirkan narasumber anggota MPR dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini.
Menurut Hidayat Nur Wahid, Pancasila telah disiapkan oleh bapak bangsa yang di antaranya terdiri dari para tokoh ulama, tokoh Ormas, tokoh NU, tokoh Muhammadiyah, Masyumi, dan lainnya. "Sehingga wajar bila Pancasila dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjaga NKRI dan mengisi kemerdekaan Indonesia," ujarnya.
"Di antara mereka yang terlibat menyiapkan Pancasila adalah para tokoh bangsa, termasuk juga dari umat Islam. Maka tidak mungkin Pancasila menghadirkan mudharat," tutur dia menambahkan.
Hidayat menyebut adanya kata atau ungkapan dalam bahasa Arab dalam sila-sila Pancasila. Dia memberi contoh kata adil, musyawarah, yang berasal dari bahasa Arab yang sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia. "Pancasila tidak menggunakan bahasa Inggris, atau Perancis, atau bahasa Sansekerta. Tetapi menggunakan bahasa Indonesia yang dipahami rakyat Indonesia," ujarnya.
Hidayat juga menyebutkan tiga tokoh dari Banten yang terlibat dalam BPUPK untuk mempersiapkan Indonesia merdeka dan menyiapkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia. "Ada tiga nama besar dari Banten yang ikut memperjuangkan Indonesia merdeka, menyiapkan Pancasila termasuk UUD 1945," katanya.
Ketiga nama itu adalah Prof Dr Husein Djajadiningrat. "Beliau anggota BPUPKI yang juga tokoh dari Banten. Beliau orang pribumi pertama yang mendapat gelar doktor dan guru besar," paparnya.
Kedua, meester Maria Ulfah Soebadio. "Beliau tokoh perempuan Indonesia yang pertama mendapatkan gelar sarjana hukum di Belanda," sebut Hidayat.
Ketiga, Ki Fatah Hasan. "Beliau tokoh dari Banten yang berlatarbelakang pesantren Al Azhar. Anggota BPUPKI yang menyiapkan Indonesia merdeka. Beliau aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia," terang Hidayat.
Dengan latar belakang sejarah itu, lanjut Hidayat, Pancasila bisa dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar. "Misalnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika dilaksanakan dengan baik dan benar maka kita akan menolak paham komunisme, atheisme, liberalisme, LGBT, karena pasti tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila," katanya.
"Begitu pun tidak terjadi vandalisme yang dilakukan seorang pemuda di Tangerang yang melakukan corat coret, mensobek-sobek Al Qur'an. Sebab, pasti dia tidak paham Pancasila," imbuhnya.
Hidayat mengajak warga Banten untuk tampil di garda depan membela Pancasila apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap ideologi negara itu. "Dengan memahami latar belakang Pancasila, warga Banten bisa maju ke depan untuk mengkoreksi bila ada penyimpangan terhadap Pancasila," ucapnya.