REPUBLIKA.CO.ID, Penduduk Mekkah sejatinya telah mengakui bahwa Rasulullah adalah orang yang paling dapat dipercaya, karena selalu jujur, dapat berlaku adil, dan selalu benar dalam tindakannya. Bahkan pengakuan itu sudah diberikan penduduk Mekah sebelum Rasulullah diperintahkan menyampaikan risalah atau diangkat sebagai nabi dan rasul. Para penduduk Mekkah memanggil Rasulullah dengan julukan Al Amin.
Kepercayaan penduduk Mekkah terhadap Rasulullah sangat terlihat jelas ketika peristiwa peletakan kembali hajar aswad. Ketika penduduk Makkah merenovasi baitullah setelah sebagian dindingnya rusak akibat banjir, muncullah persoalan pelik ihwal siapa yang paling pantas untuk meletakan kembali hajar aswad di tempatnya semula.
Pada saat itu para utusan kabilah telah menghunuskan pedang mereka masing-masing untuk menjadi yang berhak menaruh hajar aswad. Masing-masing menganggap bahwa kabilah merekalah yang paling pantas mendapatkan kehormatan untuk meletakan hajar aswad hingga nyaris terjadi pertempuran.
Di tengah perselisihan itu muncul kesepakatan dari para utusan kabilah untuk menjadikan siapa saja orang yang pertama kali terlihat masuk ke kawasan Masjidil Haram maka orang itulah sebagai hakim yang ditunjuk untuk meletakkan hajar aswad. Tiba-tiba masuklah Rasulullah, maka orang-orang dari setiap kabilah pun menyambut Rasulullah. Seketika dengan tanpa keraguan, para utusan kabilah pun menunjuk Rasulullah untuk menjadi penengah memutuskan perkara itu.
"Sikap yang ditunjukkan para utusan itu muncul disebabkan kepercayaan mereka yang penuh kepada Muhammad SAW. Walaupun belum diangkat menjadi nabi, Muhammad telah mendapat kepercayaan dari semua orang. Beliau memang memiliki semua sifat yang wajib memiliki seorang nabi. Kelebihan yang sesungguhnya adalah kelebihan yang diakui oleh musuh. Itulah yang terjadi pada Abu Sufyan yang saat itu masih menjadi salah seorang musuh besar Rasulullah tapi mengakui kejujuran beliau," kata Fethullah Gulen dalam bukunya Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia.