Rabu 21 Oct 2020 06:06 WIB

Surat Al-Zazalah ayat 4-6 dalam Tafsir Prof Quraish Shihab

Tafsir Surat Al-Zazalah ayat 4-6 menurut Prof Quraish Shihab.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Surat Al-Zazalah ayat 4-6 dalam Tafsir Prof Quraish Shihab. Foto: Cendikiawan Muslim Quraish Shihab memberikan sambutannya saat Tasyakuran 93 tahun Mantan Ketua MUI Pusat sekaligus Rektor dan Guru Besar pembina Institut Ilmu Al-Qur
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Surat Al-Zazalah ayat 4-6 dalam Tafsir Prof Quraish Shihab. Foto: Cendikiawan Muslim Quraish Shihab memberikan sambutannya saat Tasyakuran 93 tahun Mantan Ketua MUI Pusat sekaligus Rektor dan Guru Besar pembina Institut Ilmu Al-Qur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebelumnya dijelaskan tafsir surat Al-Zalzalah ayat 1-3 dalam Tafsir Al-Misbah oleh Prof Quraish Shihab. Kali ini, akan dibahas tafsir ayat 4-6.

بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَىٰ لَهَا

Baca Juga

يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ ٱلنَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا۟ أَعْمَٰلَهُمْ

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ

Bi`anna rabbaka auḥā lahā. yauma`iżiy yaṣdurun-nāsu asytātal liyurau a'mālahum. fa may ya'mal miṡqāla żarratin khairay yarah

Artinya : “Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah mengwahyukan kepadanya. Pada hari itu manusia kembali dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan amal-amal mereka.”

Keheranan manusia tidak berlanjut lama, pertanyaannya segera terjawab, yakni pada hari terjadinya goncangan itu bumi menyampaikan berita-beritanya yaitu menyangkut sebab goncangan itu. Itu semua karena sesungguhnya Tuhan Pemelihara dan Pembimbing-mu wahai Nabi Muhammad atau wahai setiap orang telah mewahyukan yakni memerintahkan kepadanya untuk melakukan hal-hal tersebut. Pada hari itu manusia kembali, yang berarti bangkit dengan cepat dari kuburnya menuju Tuhan untuk dilakukan perhitungan di satu tempat yang ditentukan, Padang Mahsyar dalam keadaan yang bermacam-macam. Tentunya sesuai dengan tingkat keimanan dan kekufuran mereka serta sesuai dengan amal-amal mereka agar supaya diperlihatkan kepada mereka catatan amal-amal mereka.

Imam Ahmad dan At-Tirmidzi dalam riwayatnya menyatakan makna akhbârahâ atau berita-beritanya, bahwa Rasulullah SAW membaca ayat ini lalu menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui.” Rasulullah SAW bersabda : “berita-beritanya adalah bahwa dia menyaksikan terhadap setiap manusia lelaki atau perempuan atas apa yang mereka lakukan di atas pentasnya. Dia berkata, ‘si A melakukan pekerjaan ini dan itu di atas permukaanku.’”

Dari situ agaknya sehingga Rasulullah SAW menganjurkan seseorang yang telah shalat dan ingin shalat lagi sesudahnya agar berpindah selangkah dua langkah dari tempatnya semula. Sehingga dua tempatnya shalat itu akan memberi kesaksian untuknya.

Sementara ulama memahami penyampaian berita bumi itu sebagai permisalan, yaitu keadaannya yang seperti itu bagaikan memberitahukan kepada semua pihak yang ingin tahu, semua berlangsung atas perintah Allah. Sehingga kalau pun itu di luar kebiasaan dan pengalaman manusia selama ini, maka itu bukan persoalan. Sebab, itu terjadi atas perintah Allah. Perintah Allah itu adalah takwini yakni perintah yang mengakibatkan wujudnya sesuatu dengan kehendak Allah dan dilukiskan oleh sekian ayat dengan kalimat kun fa yakun.

Ada juga yang memahami penyampaiannya itu dalam pengertian hakiki, yakni memang Allah memberinya kuasa untuk berucap. Tidak harus memahami kata menyampaikan dalam arti berucap. Simbol-simbol sesuatu adalah bahasa yang lebih jelas dari bahasa kalimat. Ketika lampu lalu lintas berwarna merah, maka itu berarti dia memerintahkan untuk berhenti. Pahami penyampaian bumi lebih kurang seperti itu.

Kata lahâ yang digunakan sesudah kata auhâ berbeda dengan surat An-Nahl ayat 68 yang menggunakan kata ilâ sesudah kata auhâ. Dalam surat itu mengandung arti mengilhami lebah sehingga menjadi naluri baginya. Sementara dalam surat Al-Zalzalah, tidak digunakan kata ilâ tetapi lahâ, karena yang dimaksud adalah perintah yang demikian tegas dan cepat.

Sementara kata yashdur berarti keluar dari satu tempat berkumpul, baik untuk kembali ke tempat semula maupun untuk menuju ke tempat lain. Thabâthâbâ’i memahami ayat tujuh dalam arti manusia seluruhnya berpencar, dari Padang Mahsyar menuju ke kediaman-kediaman mereka di surga atau neraka. Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama. Jika kita memahaminya sebagaimana pemahaman Thabâthâbâ’i itu, maka untuk melihatnya amal-amal mereka berarti untuk melihat dan memperoleh balasan amal mereka, yakni surga atau neraka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement