Selasa 03 Nov 2020 13:29 WIB

Kasus Kekerasan terhadap Anak di Jatim Masih Tinggi

Ada 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi poster antikekerasan terhadap anak. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengungkapkan masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020.
Foto: Antara/Maulana Surya
Ilustrasi poster antikekerasan terhadap anak. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengungkapkan masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur Andriyanto mengungkapkan masih tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020. Data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni) mengungkapkan adanya 1.358 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim, yang tercatat hingga 2 November 2020. 

Andriyanto mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak banyak terjadi di lingkungan rumah tangga. Andriyanto menduga, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan rumah tangga karena selama pandemi Covid-19, masyarakat lebih banyak beraktivitas di rumah. 

Baca Juga

Andriyanto menegaskan komitmennya mengatasi permasalahan tersebut demi menghindari konflik sosial. “Kalau ini tidak bisa kita tangani, maka bisa menyebabkan persoalan konflik sosial, persoalan anak berhadapan dengan hukum dan persoalan perkawinan anak serta seterusnya,” kata Andriyanto, Selasa (3/10).

Selain angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, Andriyanto juga menyoroti tingginya angka perceraian di wilayah setempat. Andri membeberkan, sepanjang 2019 tercatat hanya ada 8.303 kasus perceraian. 

Angka itu meningkat drastis pada 2020 yang hingga akhir September tercatat ada 55.747 kasus perceraian. Menurutnya, masalah tersebut juga harus segera dicarikan solusinya.

"Ini karena kalau terjadi perceraian, suka tidak suka, mau tidak mau, bahwa yang terdampak adalah anak-anak. Pada konteks perlindungan anak akan muncul kasus penelentaran anak, pengasuhan anak yang rendah, dan kasus traficking anak,” kata dia. 

Andriyanto menyampaikan, pihaknya telah membentuk tim pemulihan sosial. Dalam tim tersebut ada bidang konseling untuk keluarga sejahtera. 

Nantinya akan dibagi di Bakorwil-Bakorwil yang ada di Jatim. Seperti di Malang, Jember, Bojonegoro, Madiun, hingga Sumenep. "Layanan bisa online dan offline. Yakni, untuk melayani pengendalian penduduk, ketahanan keluarga, dan terapi stres anak,” ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement