Rabu 04 Nov 2020 13:45 WIB

Peneliti Temukan Tikus Purba Berusia 220 Juta Tahun

Tikus purba ini kemungkinan hidup pada masa dinosaurus awal.

Rep: zainur mahsir ramadhan/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi tikus purba Kataigidodon venetus yang berusia 220 juta tahun.
Foto: phys
Ilustrasi tikus purba Kataigidodon venetus yang berusia 220 juta tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Virginia Tech College of Science menemukan fosil tulang rahang dari makhluk mirip tikus di Petrified Forest National Park di Arizona tahun lalu. Berdasarkan informasi, fosil itu diketahui sebagai mamalia batang atau cynodont. Spesies ini diperkirakan berusia 220 juta tahun.

"Penemuan ini menjelaskan geografi dan lingkungan selama evolusi awal mamalia," kata Ben Kligman, penulis utama dan juga mahasiswa doktoral di Departemen Geosciences mengutip phys Rabu (4/11).

Baca Juga

Penemuan spesies yang diketahui baru dan bernama Kataigidodon venetus ini, telah diterbitkan di jurnal Biology Letters. Menurut Kligman, penemuan ini juga telah memperkuat bukti jika iklim lembab telah memainkan peran penting dalam evolusi awal mamalia.

Dengan bukti itu, sambungnya, penemuan fosil yang merupakan bagian dari cynodontia di Amerika Utara merupakan penemuan yang sangat langka.

Kligman menambahkan, Kataigidodon hidup berdampingan dengan dinosauromorph. Bahkan, menurutnya juga dimungkinkan seumur dengan dinosaurus awal yang terkait dengan Coelophysis, predator bipedal kecil,.

"Dan Kataigidodon kemungkinan merupakan mangsa awal. Sedangkan dinosaurus dan predator lain seperti crocodylomorph, predator berkaki empat mirip coyote kecil, berhubungan dengan buaya hidup. " katanya.

Berdasarkan penemuan yang terjadi pada 2019 lalu itu, ia menggambarkan jika ukuran total tubuh fosil itu setidaknya sepanjang 3,5 inchi, tanpa ekor. Bersama dengan fosil tulang rahang, Kligman juga menyebut telah menemukan gigi seri, taring, dan gigi pasca-kaninus kompleks, mirip dengan mamalia modern.

‘’Mengingat bentuk giginya yang runcing dan ukuran tubuhnya yang kecil, kemungkinan besar ia memakan serangga,’’ tambah Kligman.

Dalam penemuan di lapangan tahun lalu itu, ia merinci telah melakukan preparasi spesimen, CT scan, konsepsi, dan desain studi serta penyusunan naskah. Konfirmasi fosil spesies baru ditemukan setelah meninjau dataset CT scan rahang dan membandingkannya dengan spesies terkait.

Ketika ditanya bagaimana permukaan tubuhnya, Kligman mengaku belum mengetahui lebih lanjut. Utamanya, apakah hewan itu berbulu ataupun tidak.

"Studi ini mencontohkan gagasan bahwa apa yang kami kumpulkan menentukan apa yang dapat kami katakan," kata Michelle Stocker, asisten profesor geosains dan penasihat doktoral Kligman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement