REPUBLIKA.CO.ID, Narti (45 tahun) tampak berusaha membendung rasa resahnya saat diajak berbincang soal dampak yang dia rasakan dari adanya proyek pembangunan Tol JORR II yang berada di samping rumahnya. Setidaknya, dalam dua tahun terakhir, dia mengungkapkan belum mendapatkan kompensasi apapun dari adanya pembangunan tersebut. Padahal, pembangunan itu telah memakan haknya untuk hidup aman dan nyaman.
"Rumah saya pada mletak (terbelah) lumayan sejari. Genteng jadi pada bocor. Air butek. Belum lagi berisiknya, itu kalau lagi kerja suaranya kayak bom," tutur Narti saat ditemui Republika di kediamannya di Jalan Irigasi Sipon, Kelurahan Buaran Indah, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Jumat (6/11).
Narti menceritakan, pembangunan tol yang paling berdampak bagi dia dan keluarganya adalah proyek yang tepat persis di samping rumahnya. Pembangunan jalan tol itu, menurutnya, baru berjalan sekitar tiga bulan terakhir.
Proyek tersebut, ungkap dia, membikin tanah di rumahnya bergeser, sehingga dinding tempatnya bernaung menjadi terbelah. Akibat lainnya, genteng rumahnya menjadi bocor, terlebih musim hujan ini membuat perempuan single parent itu kewalahan menanganinya.
Sementara itu, proyek pembangunan tol yang sama yang berlokasi di seberang rumahnya, tepatnya di Kelurahan Tanah Tinggi, juga memberi dampak, diantaranya suara bising mesin serta asap ngebul dari proses pembangunan. Pembangunan tol tersebut kata dia sudah berjalan sekitar dua tahun dan baru rampung sekira setengahnya.
"Resah banget. Saya punya anak kecil, balita empat tahun kena suara bising, angin (dari hasil proyek) nyampe ke sini," keluhnya.
Tak hanya itu, jalanan depan rumahnya pun kerap becek karena kadangkala lumpur dari proyek mencapai kediamannya sewaktu hujan. Narti menuturkan, ragam kondisi tersebut bukan hanya dirasakan olehnya, tetapi juga para tetangganya yang turut terdampak langsung.
Perempuan yang sehari-hari berjualan di warung kecil di depan rumahnya itu mengatakan, seminggu yang lalu pihak pemilik proyek mendatangi warga dan menyampaikan akan memberi kompensasi kepada para warga yang terdampak, termasuk dirinya.
Namun, menurutnya, hanya ada lima KK yang mendapatkannya. Terkait nominal dan waktu pencairannya, dia mengaku pihak pemilik proyek belum memberi kepastian.
"Gimana ini uang ngebulnya, uang berisiknya? Kami udah ngajuin, tapi belum ada kabar. Ini mah tinggal menunggu-menunggu aja. Kalau emang ada yang ngasih si," ujarnya kesal sekaligus pasrah.
Menurut perhitungannya, untuk mengganti rugi segala dampak yang dia rasakan, setidaknya dia mengharapkan adanya kompensasi sekitar Rp 10 juta. "Paling enggak Rp 10 juta. Buat benerin kerugian-kerugian segala macam, juga uang berisik dan uang ngebul. Namanya kami di pinggiran sekali. Terdampak banget, dampaknya macem-macem," tuturnya.
Lebih lanjut, Narti mengungkapkan, berdasarkan informasi dari pekerja proyek, pembangunan tersebut akan dirampungkan pada bulan depan atau Desember 2020, oleh karena itu dia berharap segera ada kompensasi yang diterimanya dari dampak yang dialaminya.
"Itu mau diselesaikan sebulan lagi. Ya, harapan saya selesai juga lah pencairannya (uang kompensasinya)," harapnya.
Pantauan Republika sekira pukul 13.00 WIB, tampak sejumlah pekerja proyek pembangunan tol JORR II menjalankan pekerjaannya di sisi kanan jalan, di Kelurahan Buaran Indah. Sementara di sisi kiri, yakni di Kelurahan Tanah Tinggi, tidak tampak adanya aktivitas, terlihat dua buah alat berat beko atau eskavator tidak beroperasi.
Jalanan yang saat itu dibasahi hujan tampak menjadi becek dan berlumpur. Jalan di sisi kiri itu juga tampak ditutup sejauh sekitar 150 meter, sehingga arus lalu lintas hanya memanfaatkan sisi jalan sebelah kanan. Depan rumah Narti sendiri tampak sudah dibasahi bukan hanya oleh air hujan, tapi juga lumpur atau tanah cokelat dari proyek pembangunan tol.