REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal TNI Achmad Riad, mengatakan, proses pengusutan pelaku kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani masih panjang. "Kemarin atau beberapa hari lalu polisi sudah sampaikan info jadi masih terlalu dini karena prosesnya masih panjang," ungkap Riad di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (13/11).
Ia mengatakan masih banyak hal yang harus dilakukan dalam mengusut kasus tersebut. Dia mengatakan, saksi-saksi harus diperiksa, uji balistik, proses autopsi, dan lain sebagainya masih perlu dilakukan ke depan.
Terkait proses autopsi, dia mendapatkan informasi hal tersebut masih belum bisa dilakukan. "Saat ini kepolisian sedang melaksanakan proses terus. Walaupun saya dengar ada juga bahwa belum bisa dilaksanakan autopsi sehingga itu juga jadi suatu permasalahan," kata dia.
Riad juga mengatakan, sejumlah pihak memang telah melaporkan hasil investigasi masing-masing terkait kasus itu. Selain dari TGPF Intan Jaya buatan pemerintah, ada juga hasil investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM dan tim yang diketuai Haris Azhar.
Namun, TNI hanya berpedoman pada hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya buatan pemerintah. "Walau sudah banyak yang laksanakan, tim independen Komnas HAM, tapi kita sementara ini masih berpedoman kepada apa yang disampaikan Menko Polhukam," kata dia.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi mengatakan keluarga pendeta Yeremia Zanambani, korban penembakan, menolak autopsi terhadap mendiang. Polisi masih mengupayakan negosiasi agar keluarga mau menerima otopsi untuk mengetahui apa penyebab kematian pendeta Yeremia.
"Penyidik khusus Polda Papua saat ini sedang bernegoisasi dengan pihak keluarga, karena ternyata info terakhir yang kami dapatkan pihak keluarga menolak dilaksanakan otopsi," ujar Awi dalam konferensi persnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (11/11).
Rencananya Wakapolda Papua Brigjen Mathius D. Fakhiri akan ke Mimika untuk berbicara langsung dengan Bupati Intan Jaya. "Kalau bicara terkait dengan penembakkan kemudian yang bersangkutan meninggal, kita kan harus buktikan dan ahli harus bicara itu, yang bersangkutan meninggalnya karena apa, karena tertembak itu, karena apa?" ucap Awi.
Sementara, menurut Awi, pihak Kedokteran Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Makassar mengharapkan proses autopsi terhadap jenazah Yeremia dilakukan di Kabupaten Mimika, Papua. Karena jika autopsi dilakukan di tempat kejadian perkara (TKP) di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, kondisnya tidak kondusif seperti saat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) ke Hitadipa untuk melakukan olah TKP.