Selasa 17 Nov 2020 12:48 WIB

Trump Sempat Ajukan Opsi Menyerang Situs Nuklir Iran

Serangan AS ke situs nuklir utama Iran di Natanz dapat menimbulkan konflik di kawasan

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Presiden Donald Trump
Foto: CONSOLIDATED NEWS PHOTOS POOL
Presiden Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Presiden AS Donald Trump pada pekan lalu sempat mengajukan opsi untuk menyerang situs nuklir utama milik Iran. Namun ia akhirnya memutuskan untuk tidak jadi mengambil langkah yang tiba-tiba itu. Demikian menurut seorang pejabat pemerintahan AS, Senin (16/11).

Trump membuat permintaan tersebut ketika melakukan rapat di Kantor Oval pada Kamis (12/11), bersama sejumlah pejabat keamanan negara. Para pejabat itu termasuk Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Pejabat Menteri Pertahanan Christopher Miller, Jenderal Mark Milley, dan ketua dari Kepala Staf Gabungan.

Baca Juga

Opsi itu diajukan dalam sisa waktu dua bulan masa jabatan Trump, sebelum ia harus menyerahkan kekuasaan kepada Presiden AS Terpilih, Joe Biden, pada 20 Januari 2021. Meskipun hingga saat ini Trump masih menolak mengakui hasil pemilu.

Sumber pejabat pemerintahan yang sama mengonfirmasi laporan mengenai rapat tersebut oleh The New York Times. Laporan menyebut para penasihat membujuk Trump agar tidak mengambil keputusan penyerangan karena berisiko menimbulkan konflik yang lebih luas.

"Dia (Presiden Trump) mengajukan opsi. Mereka (para penasihat Trump) memaparkan skenario dan ia akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan hal itu," ujar pejabat tersebut. Gedung Putih menolak berkomentar mengenai hal ini.

Selama empat tahun kepemimpinan, Trump telah mengambil kebijakan yang agresif untuk menentang Iran, keluar dari perjanjian nuklir Iran pada 2018 yang dinegosiasikan oleh Presiden Barack Obama, serta menjatuhkan sanksi ekonomi yang menarget Iran.

Permintaan penyerangan oleh Trump kali ini muncul satu hari setelah Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengeluarkan laporan yang menyebut Iran telah selesai memindahkan kucuran pertama dari pembangkit di atas permukaan tanah ke situs pengayaan uranium di bawah tanah. Itu merupakan suatu pelanggaran terbaru atas perjanjian nuklir Iran.

Pasokan uranium-yang-diperkaya milik Iran kini mencapai 2,4 ton. Jumlah tersebut jauh dari batas 202,8 kilogram yang disepakati. Iran memproduksi 337,5 kilogram uranium pada kuartal III 2020, lebih sedikit dari catatan IAEA pada dua kuartal sebelumnya, yakni 500 kilogram.

Pada Januari lalu, Trump memerintahkan serangan drone di bandara Baghdad yang menewaskan pemimpin militer Iran Jenderal Qassem Soleimani.

Setelahnya, Trump menghindari konflik militer yang lebih luas lagi serta berupaya menarik pasukan AS dari sejumlah titik konflik dunia dengan berjanji menyudahi hal yang ia sebut "perang tak berujung".

Dan jika jadi dilakukan, serangan AS ke situs nuklir utama Iran di Natanz dapat menimbulkan konflik di kawasan. Selain itu langkah tersebut memberikan tantangan serius bagi kebijakan luar negeri Joe Biden nantinya.

Tim transisi pemerintahan Biden, yang saat ini belum mempunyai akses terhadap sistem keamanan nasional karena penolakan Trump untuk masa peralihan kekuasaan, menolak berkomentar mengenai hal ini.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement