REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan Gunung Merapi mengalami 59 kali gempa guguran selama periode pengamatan pada Jumat (20/11) mulai pukul 00:00-24:00 WIB.
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida melalui keterangan resminya di Yogyakarta, Sabtu (21/11), menyebutkan selain gempa guguran, pada periode pengamatan itu juga tercatat 385 kali gempa hybrid atau fase banyak, 69 kali gempa hembusan, 45 kali gempa vulkanik dangkal, serta satu kali gempa tektonik. Berdasarkan pengamatan visual di gunung api aktif itu teramati asap berwarna putih dengan intensitas tebal dengan ketinggian 50 meter di atas puncak.
Pada periode pengamatan itu, terdengar suara guguran sebanyak sembilan kali (lemah hingga sedang) dari Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Babadan dan satu kali dari PGM Kaliurang. Berikutnya, laju deformasi Gunung Merapi diukur menggunakan electronic distance measurement (EDM) Babadan rata-rata 12 cm per hari.
BPPTKG mempertahankan status Gunung Merapi pada Level III atau Siaga. Potensi bahaya akibat erupsi Merapi diperkirakan maksimal dalam radius lima kilometer dari puncak. Untuk penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam kawasan rawan bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan.
BPPTKG meminta pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III, termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi. Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah juga diminta mempersiapkan segala sesuatu terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.