REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Minuman yang memabukkan dilarang dalam Islam, atau dikenal dengan istilah khamar. Minuman keras pun bisa berasal dari sejumlah saripati buah yang difermentasikan, ditimbun lama, dan umumnya dicampur dengan alkohol. Jika demikian apakah sari kurma juga menjadi suatu zat yang mendung keharaman?
Dalam kitab Mukhtashar Shahih Al-Bukhari karya Nashiruddin Al-Albani dijelaskan sejumlah hadis yang menjabarkan tentang sari kurma. Misalnya hadis dari Ibnu Abbas dengan redaksi: “Wa qala Ibnu Abbasin: isyrab al-ashira maa daama thariyyan,”.
Yang artinya: “Dan Ibnu Abbas berkata: minumlah sari buah selama ia masih segar,”. Hadis ini diriwayatkan secara maushul oleh Imam An-Nasa’i. Maka demikian, jika sari kurma digunakan secara segar maka halal.
Sedangkan apabila sari kurma sengaja dijadikan minuman keras dengan dicampur dan dilakukan proses pembuatan yang mengarah keharaman, maka sari kurma yang tadinya halal itu dapat berubah kadarnya menjadi haram. Hal ini sebagaimana yang diterangkan dalam hadis.
“An Abi al-Hurairati qala: saaltu Ibna Abbasin an al-Badzaqi faqala: sabaqa Muhammadun SAW al-baadzaqa, fama askara fahuwa haraamun. Qala: as-syarabu al-halalu at-thayyibu, qala: laysa ba’da al-halaali at-thayyibi illal-haraamu al-khabitsu,”.
Yang artinya: Abu Juwairiyah berkata: aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai al-baadzaq (sari anggur yang dimasak sebentar sehingga menjadi keras dan itu memabukkan). Dia menjawab: pada masa Nabi Muhammad SAW tidak ada al-baadzaq. Apa saja yang memabukkan adalah haram. Aku juga berkata: ia tergolong minuman yang halal dan baik. Dia menjawab: setelah minuman yang halal dan baik tidak ada lagi selain minuman yang haram dan kotor,”.