REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG -- Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Metro Bekasi mengusut bandar narkoba berstatus narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cikarang berdasarkan temuan kasus penangkapan kurir narkoba yang dikendalikan dari dalam lapas tersebut.
"Kami pastikan pengembangan kasus peredaran narkoba melibatkan narapidana di Lapas Cikarang tetap berlanjut. Diduga tidak hanya seorang napi saja yang mengendalikan narkoba di lapas tersebut," kata Kepala Unit III Satres Narkoba Polres Metro Bekasi Inspektur Satu Usep Aramsyah di Cikarang, Senin (23/11).
Dugaan itu didasari atas sejumlah kasus yang kini ditangani pihaknya. Dari beberapa tersangka yang ditangkap mengaku memperoleh narkoba dari seorang warga binaan. "Jadi bukan hanya kasus kemarin saja, ada beberapa kasus yang diduga melibatkan napi di lapas. Ini kami terus kembangkan," katanya.
Hal tersebut diungkapkan Usep berkaitan dengan penangkapan dua kurir narkoba yang juga bekerja sebagai pengemudi ojek daring pekan lalu. Keduanya ditangkap dengan barang bukti sabu sebanyak 12 paket dengan berat mencapai 28,42 gram.
Belasan paket barang haram itu dipesan dari seorang warga binaan di Lapas Cikarang. Usep menyatakan kasus tersebut bukan satu-satunya yang melibatkan napi di dalam lapas bahkan mayoritas peredaran narkoba di Kabupaten Bekasi dikendalikan dari dalam lapas.
"Jika tidak ingin disebut 70 persen, ya setidaknya 60 persen peredaran narkoba di Kabupaten Bekasi dikendalikan dari lapas," ujar dia.
Dari rata-rata delapan kasus yang ditangani setiap bulan, kata dia, empat sampai lima kasus di antaranya melibatkan napi dari dalam lapas, baik Lapas Cikarang maupun lapas lainnya di sekitar Kabupaten Bekasi.
"Modusnya selalu seperti ini, pemesan selalu memesan ke napi yang di dalam, kemudian napi ini menghubungi gudang yang kemudian menghubungi kurir untuk mengirimkan barang. Tapi hubungan ini tidak saling kenal, tidak saling bertemu, barangnya disimpan di suatu tempat," katanya.
Dari modus tersebut napi memiliki peran penting sebagai pengendali. Berdasarkan serangkaian kasus yang ditangani, para napi diketahui menggunakan alat komunikasi untuk memuluskan upayanya dalam mengedarkan narkoba.
Padahal sesuai Permenkumham 6/2013 pasal 4 huruf j disebutkan bahkan seorang narapidana dilarang memiliki, membawa atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, hingga telepon genggam.
Tidak diketahui dari mana alat komunikasi itu didapatkan napi yang kemudian digunakannya di dalam penjara. Padahal, sejak pandemi Covid-19, seluruh lapas meniadakan kunjungan langsung pihak keluarga ke napi.
"Ini yang perlu diusut lebih jauh. Koordinasi terus kami lakukan agar mampu mengusut kasus ini dengan tuntas. Ini terjadi juga pada kasus yang ojol ini," kata dia.