Jumat 27 Nov 2020 20:47 WIB

Kekerasan Anak di Tasikmalaya Meningkat

Kekerasan seksual masih menjadi kasus yang paling mendominasi.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Esthi Maharani
Pemeran tampil pada aksi teatrikal kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Foto: Antara/Rahmad
Pemeran tampil pada aksi teatrikal kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya mencatat kekerasan pada anak mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Kekerasan seksual masih menjadi kasus yang paling mendominasi.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto mengatakan, jumlah kasus kekerasan anak sejak Januari 2020 hingga saat ini meningkat sekira 63 persen dibanding tahun sebelummya. KPAID mencatat, hingga saat ini telah lebih dari 70 kasus kekerasan anak yang diproses sampai ke ranah hukum.

"Kalau dengan yang diselesaikan dengan islah, mungkin lebih banyak," kata Ato saat dihubungi Republika, Jumat (27/11).

Selain jumlah kasus yang meningkat, keterlibatan anak dalam kasus kekerasan juga bertambah. Ia menyebutkan, terjadi peningkatan jumlah anak yang terlibat kekerasan sekira 120 persen.

"Jadi kadang satu kasus korbannya bisa lebih dari 10 orang," kata dia.

Ato mengatakan, dari total keseluruhan kasus yang terjadi pada 2020, 60 persen di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Selain itu, kasus hak asuh anak juga mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan angka perceraian.

Untuk kasus kekerasan seksual, banyak faktor yang menjadi pemicunya. Sebab, dalam kasus kekerasan seksual bukan hanya anak yang menjadi pelaku, tapi juga remaja dan orang dewasa.

"Kalau pelakunya anak, pemicunya adalah tontonan yang tak mendidik ketika anak terlalu banyak memegang gawai," kata dia.

Sementara itu, ketika pelakunya adalah remaja, rata-rata dipicu oleh pergaulan dan salahnya pola asuh kepada anak itu. Artinya, ketika seorang remaja mengalami masa puber, tak ada perhatian dari keluarga. Akibatnya mereka mencari kenyamanan tersendiri yang menimbulkan salah pergaulan dan terjadi kekerasan seksual.

Sementara dalam kasus anak dicabuli orang dewasa, Ato mengatakan, rata-rata motifnya adalah pelampiasan hasrat. "Namun ada juga kekurangan pengawasan kepada anak," kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tasikmalaya, Yayah Wahyuningsih mengatakan selama ini P2TP2A terus aktif melakukan pencegahan kekerasan kepada anak. Salah satunya adalah dengan membentuk desa layak anak.

"Namun itu kan tak akan terakomodir semua anggaran untuk seluruh desa. Jadi kita utamakan di satu kecamatan ada satu desa yang jadi percontohan, nanti desa lain mengikuti. Tujuannya adalah untuk pemenuhan hak anak dan perlindungan anak," kata dia.

Saat ini, baru terdapat 14 desa di 14 kecamatan yang dibentuk sebagai desa layak anak. Meski masih banyak desa yang layak anak, menurut dia, pembentukan itu akan menjadi prioritas di Kabupaten Tasikmalaya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement