REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan Gunung Merapi mengalami 43 kali gempa guguran selama periode pengamatan pada Sabtu (28/11) mulai pukul 00.00-24.00 WIB. Selain gempa guguran, pada periode pengamatan itu juga tercatat 300 kali gempa hybrid atau fase banyak.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida melalui keterangan resminya di Yogyakarta, Ahad (29/11), mengatakan tercatat pula 45 kali gempa embusan, 27 kali gempa vulkanik dangkal, satu kali gempa frekuensi rendah, serta lima kali gempa tektonik. Berdasarkan pengamatan visual, tampak asap berwarna putih keluar dari Gunung Merapi dengan intensitas tebal dengan ketinggian 600 meter di atas puncak.
Pada periode pengamatan itu, dilaporkan pula suara guguran empat kali dari Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Laju deformasi Gunung Merapi dengan wilayah meliputi sejumlah daerah di DIY dan Jawa Tengah itu, diukur menggunakan electronic distance measurement (EDM) Babadan rata-rata 11 cm per hari.
BPPTKG telah menaikkan status Gunung Merapi pada Level III atau Siaga. Aktivitas penambangan di alur sungai-sungai yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi dalam kawasan rawan bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan. BPPTKG meminta pelaku wisata tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III, termasuk pendakian ke puncak Gunung Merapi.
Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah juga diminta mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.