Sabtu 12 Dec 2020 12:07 WIB

Telaah Sangkaan Pidana Terhadap Habib Riziek Shihab

Begini konstruksi hukum dugaan perbuatan pidana Habib Riziek Shihab

Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab tiba untuk menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (12/12). Rizieq menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus pelanggaran protokol kesehatan terkait kasus kerumunan yang terjadi di Petamburan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab tiba untuk menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (12/12). Rizieq menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus pelanggaran protokol kesehatan terkait kasus kerumunan yang terjadi di Petamburan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Ari Yusuf Amir, SH, MH, Praktisi Hukum dan Ketua Dewan Pembina LBH Yusuf.

-----------

HABIB Rizieq Shihab (HRS), Sabtu (12/12), memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya, setelah sebelumnya pada Sabtu malam telah mengumumkan kesediaannya untuk hadir melalui jaringan televisi milik FPI, FRONT TV.

Kedatangan HRS menyusul pernyataan polisi pada Kamis (10/12), bahwa HRS telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan sebagaimana Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan dugaan perbuatan pidana penghasutan di muka umum sebagaimana dimaksud Pasal 160 KUHP.

Karantina Kesehatan memang diberlakukan pada masa darurat ketika merebaknya wabah penyakit. Pemberlakuan PSBB di masa pandemic Covid 19 merupakan bentuk karantina kesehatan, dan di antara ketentuannya, Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018  melarang kerumunan massa selama masa karantina Kesehatan ini, dimana pasal ini didasarkan pada Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2018  dimana kepatuhan tidak membuat kerumunan massa sebagai kewajiban.

Itulah sebabnya ketika HRS menggelar acara pernikahan anaknya berikut perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW di Petamburan, maka perhelatan ini segera diklasifikasikan sebagai kerumunan massa yang melanggar protokol kesehatan di masa pandemik sebagaimana dimaksud Pasal 93 UU Karantina Kesehatan tersebut.

Berbeda dengan alasan pemanggilan yang pertama pada 1 Desember lalu, maka pada panggilan yang ketiga ini, HRS ditetapkan juga sebagai tersangka dengan dugaan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud Pasal 160 KUHP, yaitu melakukan penghasutan di muka umum. 

Jika pada ancaman pidana pada Pasal 93 UU Karantina Kesehatan adalah maksimal 1 (satu) tahun penjara dan/atau denda paling besar Rp 100 Juta, maka ancaman pidana Pasal 160 KUHP adalah hukuman penjara maksimal 6 tahun.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement