REPUBLIKA.CO.ID, Syekh Mas'ud, ulama fiqih asal Cilacap, Jawa Tengah. Syekh Mas’ud lahir pada 1926 di sebuah desa bernama Kawunganten. Namun, karena keterbatasan sumber sejarah tidak diketahui tanggal dan bulan lahirnya.
Syekh Mas’ud merupakan sosok ulama yang sederhana dan rendah hati. Penampilannya adalah penampilan kiai kampung yang tampil biasa-biasa saja. Tetapi, di balik penampilan itu tersembunyi ilmu agama yang luar biasa.
Pengakuan ini pun datang dari KH Abdurrahmn Wahid atau Gus Dur dan sejumlah ulama Timur Tengah, terutama dari Makkah.
Dalam buku “Kiai Nyentrik Membela Pemerintah” yang ditulis KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Syekh Mas’ud digambarkan sebagai seorang kiai yang mencintai secara mendalam tradisi ke-kitab-an kaum pesantren, sekaligus pemburu kitab bermutu tinggi karya para kiai yang belum sempat diterbitkan.
Syekh Mas’ud memang dikenal dekat dengan Gus Dur, terutama setelah ia membawa karya Syekh Ihsan Jampes kepada Gus Dur untuk diterbitkan. Gus Dur pun mengakui kealiman Kiai Masud. Menurut Gus Dur, Kiai Mas’ud bukanlah sembarang kiai, karena pengetahuannya di bidang hukum agama sangat dalam.
Tidak hanya itu, Syekh Mas’ud juga dianggap Gus Dur sebagai kiai sangat menguasai peralatan untuk mengambil keputusan hukum fiqih, berupa teori hukum (usul fiqh) dan pedoman hukum (qawa’id fiqih).
Menurut Gus Dur, kedua alat itu memang harus dikuasai sempurna jika ingin menghasilkan keputusan-keputusan hukum agama yang berkualitas tinggi. Karena itu, Gus Dur memberikan gelar kepada Kiai Mas’ud sebagai seorang Syekh.
Saat menunaikan ibadah haji pada 1964 Masehi, Syekh Mas’ud pernah bertemu dengan Syekh Yasin bin Isa Al-fadani di Makkah. Syekh Yasin merupakan ulama Makkah yang nenek moyangnya berasal dari Padang, Sumatra Barat.