Selasa 12 Jan 2021 16:59 WIB

Apa Artinya Efikasi Vaksin 65,3 Persen?

Mencegah 5 juta infeksi tentu sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas kesehatan.

Petugas medis memberikan penanganan kepada seorang pasien yang mengalami reaksi saat simulasi pemberian vaksin COVID-19 Sinovac di Puskesmas Kelurahan Cilincing I, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Simulasi tersebut digelar sebagai persiapan penyuntikan vaksinasi COVID-19 yang rencananya akan dilakukan oleh pemerintah pada 13 Januari 2021
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas medis memberikan penanganan kepada seorang pasien yang mengalami reaksi saat simulasi pemberian vaksin COVID-19 Sinovac di Puskesmas Kelurahan Cilincing I, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Simulasi tersebut digelar sebagai persiapan penyuntikan vaksinasi COVID-19 yang rencananya akan dilakukan oleh pemerintah pada 13 Januari 2021

Oleh : Prof Zullies Ikawati, Dosen Farmasi Universitas Gadjah Mada

REPUBLIKA.CO.ID, Saat yang ditunggu-tunggu tiba, yaitu pengumuman hasil uji klinik (interim report) vaksin Sinovac sekaligus pemberian izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) kepada PT Bio Farma sebagai pengusung vaksin ini di Indonesia. 

Paling tidak sebagian besar pertanyaan telah terjawab mengenai efikasi dan keamanannya. Vaksin Sinovac dinyatakan memiliki efikasi 65,3 persen dan dari segi keamanan dinyatakan aman. Kekhawatiran tentang kejadian antibody-dependent enhancement (ADE) seperti yang banyak disebut di beberapa media sosial dan menjadi ketakutan banyak orang tidak terjadi pada uji klinik Sinovac di Indonesia, maupun di Turki dan Brasil. Tapi kemudian banyak orang bertanya, kok efikasinya lebih rendah daripada yang di Turki atau Brasil ya? Atau lebih rendah dari vaksin Pfizer dan Moderna?

Bagaimana Cara Menghitungnya?

Vaksin dengan efikasi atau kemanjuran 65,3 persen dalam uji klinik berarti terjadi penurunan 65,3 persen kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo). Dan itu didapatkan dalam suatu uji klinik yang kondisinya terkontrol. 

Jadi misalnya pada uji klinik Sinovac di Bandung yang melibatkan 1.600 orang terdapat 800 subjek yang menerima vaksin, dan 800 subjek yang mendapatkan placebo (vaksin kosong). Jika dari kelompok yang divaksin ada 26 yang terinfeksi (3,25 persen), sedangkan dari kelompok placebo ada 75 orang yang kena Covid (9,4 persen), maka efikasi dari vaksin adalah = (0.094 – 0.0325)/0.094 x 100 persen = 65,3 persen. 

Jadi yang menentukan adalah perbandingan antara kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak.  Efikasi ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, misal dari tingkat risiko infeksi tempat uji,  karakteristik subjek ujinya, pola kesehatan masyarakat, dll. Jika subjek ujinya adalah kelompok risiko tinggi, maka kemungkinan kelompok placebo akan lebih banyak yang terpapar, sehingga perhitungan efikasinya menjadi meningkat. 

Jadi misalnya pada kelompok vaksin ada 26 yang terinfeksi, sedangkan kelompok placebo bertambah menjadi 120 yang terinfeksi, maka efikasinya menjadi 78,3 persen. Uji klinik di Brasil menggunakan kelompok berisiko tinggi yaitu tenaga kesehatan, sehingga efikasinya diperoleh lebih tinggi. Sedangkan di Indonesia menggunakan populasi masyarakat umum yang risikonya lebih kecil. 

Jika subjek placebonya berisiko rendah, apalagi taat dengan prokes sehingga tidak banyak yang terinfeksi, maka perbandingannya dengan kelompok vaksin menjadi lebih rendah, dan menghasilkan angka yang lebih rendah. Dan mungkin juga ada faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap hasil uji kliniknya.

Apakah efikasi sebesar itu dapat berdampak signifikan?

Penurunan kejadian infeksi sebesar 65 persen secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang. Katakanlah dari 100 juta penduduk Indonesia, jika tanpa vaksinasi ada 8,6 juta  yang bisa terinfeksi, maka jika program vaksinasi berhasil hanya ada 3 juta  penduduk yang terinfeksi. 

Angka 65 persen diperoleh dari hitungan  (0.086 – 0.03)/0.086 x 100 persen = 65 persen. Jadi ada 5,6 juta kejadian infeksi yang dapat dicegah. Mencegah 5 juta kejadian infeksi tentu sudah sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas perawatan kesehatan. 

Belum lagi secara tidak langsung bisa mencegah penularan lebih jauh bagi orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin, yaitu jika dapat mencapai kekebalan komunal atau herd immunity. Mungkin ada yang mengatakan bahwa ini terlalu optimistis. Yah, hidup harus optimis dan berpikir positif, dengan tetap berupaya dan menyiapkan diri dengan skenario apa pun. 

Jadi, saya pribadi masih menaruh harapan kepada vaksinasi, semoga bisa mengurangi angka kejadian infeksi Covid-19 di negara kita. Apalagi jika didukung dengan pemenuhan protokol kesehatan yang baik, semoga dapat menuju pada pengakhiran pandemi Covid-19 di Indonesia. 

A good start. 

Ketika tadi diumumkan hasil efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen, mungkin ada yang kecewa. Kenapa kok rendah. Tetapi menurut saya it is a good start. Apalagi batasan minimal FDA, WHO dan EMA pun untuk persetujuan suatu vaksin adalah 50 persen. Artinya, secara epidemiologi, menurunkan kejadian infeksi sebesar 50 persen itu sudah sangat berarti dan menyelamatkan hidup banyak orang. Apalagi disampaikan juga tadi bahwa vaksin memiliki imunogenisitas yang tinggi mencapai 99-an persen yang berarti dapat memicu antibody pada subjek yang mendapat vaksin. 

Kita akan menunggu efektivitas vaksin setelah dipakai di masyarakat. Dan perlu diingat bahwa karena ini baru EUA yang berasal dari interim report, pengamatan terhadap efikasi dan safety masih tetap dilakukan sampai enam bulan ke depan untuk mendapatkan full approval. Sekali lagi, bismillah. Manusia berusaha, Allah yang menentukan. Kepada-Nya kita pasrahkan. Saya siap divaksinasi.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement