Ahad 17 Jan 2021 14:49 WIB

Wafatnya Ulama dan Kekeliruan Memahami Hadits

Wafatnya ulama merupakan peringatan bagi umat untuk melakukan regenerasi ulama

Rep: Andrian Saputra/ Red: Esthi Maharani
Rakhmad Zailani Kiki
Foto: Dokumentasi pribadi
Rakhmad Zailani Kiki

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam beberapa pekan terakhir sejumlah ulama Tanah Air wafat. Banyak orang yang berpandangan bahwa meninggalnya banyak ulama akhir-akhir ini menjadi bukti hadits Rasulullah. Hadits yang dimaksud yakni hadits riwayat Bukhari dan Muslim berkaitan dengan diangkatnya ilmu dari umat Islam, sehingga tak tersisa ulama dan manusia menjadikan orang bodoh sebagai rujukan, dan orang bodoh akan berfatwa tanpa ilmu. Juga hadits riwayat Imam Bukhari tentang diangkatnya ilmu dan diteguhkan kebodohan.

Pendakwah sekaligus Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL) Ustaz Rakhmad Zailani Kiki mengatakan mengaitkan hadits tersebut langsung dengan meninggalnya para ulama belakangan ini merupakan kekeliruan. Menurutnya hadits itu justru menjadi peringatan bagi umat untuk melakukan regenerasi ulama

"Ada kekeliruan dari sebagian umat Islam dalam memahami kedua hadits di atas,yaitu bahwa kedua sabda Rasulullah SAW tersebut bukan untuk membuktikan dan bukan saatnya isi dan maksud  dari kedua teks hadits tesebut terjadi, tergenapi, yang disebabkan telah banyaknya ulama yang wafat.  Tetapi kedua hadits terseebut merupakan peringatan bagi umat Islam dan ulama yang masih hidup untuk tidak lalai, harus lebih giat dan serius dalam melakukan regenerasi, kaderisasi, ulama yang bekualitas dan miliki kompetensi yang tinggi sehingga ilmu keislaman tidak jadi diangat atau hilang dari umat Islam dan salah satu tanda kiamat tidak terjadi," jelas ustaz Kiki dalam pesan singkat yang diterima Republika,co.id pada Ahad (17/1).

Ustaz Kiki menjelaskan bahwa  sudah menjadi ketetapan Allah setiap orang termasuk para ulama akan mengalami kematian baik karena pandemi maupun sebab lainnya. Ia mengatakan banyaknya ulama yang wafat secara beruntun bukan hanya kali ini saja. Sejak peristiwa perang Yamamah, Jamal dan perang Shiffin, perang antara sesama sahabat Rasulullah yang merupakan Al-Fitnatul Kubro, fitnah yang paling besar dalam sejarah umat Islam, banyak ulama dari kalangan sahabat yang tewas terbunuh.

Peristiwa yang paling dahsyat adalah saat serbuan pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan ke jantung kekuasaan kekhilafahan Abbasiyah di Kota Baghdad pada tahun 1258M. Serbuan ini bukan saja meruntuhkan Kekhalifahan Abbasiyah, tetapi banyak sekali ulama terbunuh.

Dikisahkan, pasukan Mongol ini membunuh banyak ulama, cendekiawan, membunuh imam-imam masjid dan penghafal-penghafal Alquran, masjid, sekolah dan segala aktivitas keilmuan berhenti total. Perpustakaan yang merupakan gedung ilmu dihancurkan dan buku-buku yang ada di dalamya dibakar dan dibuang ke sungai  Tigris. Saking banyaknya buku yang dibuang di sungai Tigris, konon dilaporkan bahwa air Sungai Tigris menjadi  berwarna hitam sekelam tinta pada hari pelemparan buku-buku dari berbagai perpustakaan ke sungai tersebut.

Pertanyaannya, apakah dengan peristwa dahsyat ini, yang ulama banyak sekali terbunuh dan kitab-kitab terbakar habis dan hancur di sungai Tigris, lalu serta merta ilmu keislaman diangkat, hilang dari umat Islam dan salah satu tanda kiamat tergenapi?

Jawabannya jelas tidak karena setelah itu generasi ulama muncul kembali dan kitab-kitab keislaman kembali banyak diterbitkan karena umat Islam dan ulama yang tersisa sangat gigih melakukan regenerasi, kaderisasi ulama.        

                             

"Begitu pula dengan wafatnya ulama karena pandemi. Bukan kali ini saja, saat pandemi Covid-19, banyak ulama yang wafat, tetapi sudah sejak lama juga berkali-kali tejadi pandemi, telah menewaskan juga banyak ulama. Lalu apa juga serta merta ilmu keislaman diangkat, hilang dari umat Islam dan salah satu tanda kiamat tergenapi? Jawabannya sekali lagi jelas, yaitu tidak," katanya.

Karena itu ustaz Kiki mengingatkan agar para mubaligh tidak berceramah yang menakut-nakuti dan berpandangan keliru tentang banyaknya ulama yang wafat.

"Janganlah berceramah yang terkesan menakut-nakuti, yang membuat umat berpandangan keliru tentang banyaknya ulama yang wafat, terutama di masa pandemi Covid-19 ini sehingga umat menjadi makin sedih, pesimis, putus asa, apalagi banyak umat lagi merana karena kesulitan ekonomi dan pendidikan akibat dari pandemi Covid-19 yang masih belum jelas kapan berakhirnya. Berikanlah ceramah yang membangkitan optimisme, harapan dan kebahagiaan. Memang ketika ada ulama yang wafat bahkan banyak ulama yang wafat di masa pandemi Covid-19 ini umat Islam harus bersedih, namun kesedihan itu harus dibalas dengan kerja keras bersama ulama yang masih ada untuk melakukan regenerasi, kaderisasi, agar kedua sabda Rasulullah SAW tersebut tetap menjadi peringatan yang tidak terjadi," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement