Kamis 11 Feb 2021 18:06 WIB

Tata Kelola Wakaf Jadi Sorotan

Optimalisasi kelembagaan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap nadzir.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Potensi Wakaf Uang di Indonesia
Foto: ihram.co.id
Potensi Wakaf Uang di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Wakaf Indonesia (BWI) sedang menyusun Indeks Wakaf Nasional sebagai acuan bagi industri perwakafan di Indonesia yang dapat meningkatkan tata pengelolaan. Komisioner BWI, Irfan Syauqi Beik menyampaikan indeks tersebut dapat menjadi acuan bagi penentuan kebijakan.

Indeks tersebut terkait dengan langkah optimalisasi penguatan kelembagaan dan SDM nadzir. Diharapkan juga menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat atas pengelolaan wakaf para nadzir.

"Karena trust itu bukan given tapi harus kita perjuangkan," katanya dalam Webinar Literasi Wakaf Uang yang digelar Majelis Ulama Indonesia, Kamis (11/2).

BWI berkomitmen untuk melakukan optimalisasi juga di sisi edukasi, literasi, dukungan regulasi, dan sinergi dengan berbagai stakeholders. Irfan mengatakan, dengan pengelolaan yang lebih baik, maka potensi wakaf bisa memberi imbas signifikan bagi ekonomi nasional.

Irfan menyampaikan saat ini sejumlah studi di beberapa perguruan tinggi sudah dilakukan terkait penyusunan indeks wakaf nasional. Ini akan menjadi landasan agar industri punya ukuran kualitas pengelolaan perwakafan.

"Ini yang akan kita lakukan, sehingga sisi akuntabilitas bisa terjamin," katanya.

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah sepakat bahwa pengelolaan wakaf harus dioptimalkan. Direktur Industri Produk Halal KNEKS, Afdhal Aliasar menyampaikan KNEKS ingin membawa wakaf naik kelas.

Wakaf perlu dibawa ke level pemanfaatan berkelanjutan sehingga bisa berkembang lebih dari negara lain. Afdhal mengatakan Indonesia masih sangat ketinggalan dari sisi pengelolaan wakaf padahal Indonesia punya jumlah nadzir terbanyak di dunia.

Ia mencontohkan wakaf dalam industri pasar modal yang sudah lazim dilakukan di negara-negara Muslim. Saat ini, ada 2.231 reksa dana yang aktif dengan total aset Nilai Aktiva Bersih sebesar Rp 587 triliun.

"Sebanyak 12,6 persennya atau Rp 74 triliun adalah reksadana syariah, tapi hanya satu yang merupakan reksa dana wakaf," katanya.

Sementara praktek wakaf atau yang dikenal luas sebagai endowment fund atau dana abadi di negara lain sangat berkembang. Misal dana abadi di Harvard University sudah mencapai 32,7 miliar dolar AS atau Rp 457 triliun yang dikelola manajer investasi profesional.

Afdhal menyampaikan membawa wakaf naik kelas artinya menjadi salah satu bagian ketahanan bangsa. Wakaf tidak hanya sebagai instrumen ibadah, tapi juga instrumen sosial yang mandiri. Selain berguna untuk mengentaskan kemiskinan tapi juga mampu mendorong dan menjaga ketahanan ekonomi rakyat.

Saat ini, aset wakaf di Indonesia masih berkisar pada aset tetap seperti tanah yang diperuntukan masjid, makam, dan madrasah. Kedepan, pemanfaatan wakaf bisa lebih produktif dengan kualifikasi tinggi wakaf operator yang mampu mengelola lebih profesional.

Wakaf operator ini bisa berasal dari kalangan pengusaha yang sudah punya rekam jejak terakui dan bekerja sama dengan nadzir. Diharapkan nantinya aset wakaf produktif ini bisa juga go public ataupun menerbitkan Sukuk Wakaf.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement