REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Lahan Puslitbang Diklat Agrinas di Cisaat, Bekasi, Jawa Barat yang selama ini menerapkan sistem pertanian presisi (precision agriculture) menjalani panen perdana pagi tadi, Jumat (12/2). Lahan seluas lima hektar ini digunakan untuk menanam sejumlah komoditas pangan, buah-buahan dan hortikultura.
“Kami harapkan dengan ujicoba ini, publik bisa melihat upaya peningkatan produktivitas pangan dengan teknologi pertanian presisi untuk kelak bisa diterapkan di lahan yang lebih luas dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional,” kata Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Lahan uji coba padi dengan varites Inpago 10 kali ini menempati petak seluas 3.000 persegi. Pola tanam padi dengan model pertanian presisi ini memungkinkan jarak tanam menjadi lebih padat sekitar 5 x 5 cm. Bandingkan dengan teknik cocok tanam konvensional yang mencapai 30 x 40 cm. Populasi batang padi yang lebih padat di areal tanam dengan sistem pertanian presisi berupa pemasangan pipa-pipa kecil pengantar pupuk dan air (fertigation system pipe), memungkinkan gabah kering panen dalam jumlah berlipat ganda.
“Prediksi kami bisa mencapai sekitar tiga sampai empat kali lipat dari pola cocok tanam konvensional, teknologi ini sangat cocok untuk tingkatkan produktivitas pangan nasional,” ujar Direktur Jenderal Potensi Pertahanan, Mayor Jenderal Dadang Hendrayudha.
Untuk kepentingan ujicoba dan penelitian malai (bulir padi), maka, pihak pelaksana penanaman pertanian presisi dari PT Buwana Selaras Investment (BSI) akan melakukan tindak lanjut untuk proses penelitian kualitas dan kuantitas gabah kering panen yang akan dihasilkan dari varietas Inpago 10.
“Setelah panen perdana ini secepatnya akan kami lakukan ujicoba penanaman dengan varietas lain untuk mendapatkan hasil terbaik dari aspek kualitas dan kuantitas gabah kering panen,” ujar Widjajanto yang mewakili tim konsultan penerapan pertanian presisi dari Prancis, Lead Tech International (LTI).
Teknologi pertanian presisi ini diadopsi Menhan dari sistem yang sudah diterapkan di sejumlah negara di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Keberhasilan pertanian presisi ini di antaranya berkat penggunaan sejumlah pipa khusus (dripping lines), dan diikuti dengan pemasangan sensor, dan penyediaan ruang kontrol (control room).
Penerapan teknologi ini memungkinkan untuk memonitor kebutuhan air hingga pupuk dari setiap tanaman yang termonitor oleh sensor, dan dari permintaan kebutuhan tersebut akan dikirimkan data ke ruang kontrol, lantas melalui algoritma yang bekerja selama 24 jam per hari akan disalurkan kebutuhan air dan pupuk sesuai permintaan tanaman.
Dalam ujicoba ini, Puslitbang Diklat Agrinas bekerjasama dengan LTI mengembangkan berbagai komoditas di lahan lima hektar. Di antaranya mencakup delapan unit green house yang berisi aneka sayuran dan buah (melon, kangkong, kalian, cabai, tomat, pakcoy), lahan terbuka berisi padi, singkong, tebu, kapas, jahe merah dan areal perkebunan berisi mangga, jeruk, lemon, alpukat, manggis, kopi, coklat hingga sagu.
Tidak kurang dari 26 jenis komoditas telah diujicobakan. Belakangan, Agrinas menggandeng BSI dan investor dari PT Pegasus Solusi Pratama untuk meneruskan pengelolaan lahan ujicoba pertanian presisi di Cisaat.
“Setelah pembukaan lahan lima hektar ini kami akan masuk ke tahap 25 hektar untuk ujicoba padi dalam skala lahan yang lebih luas. Untuk mendukung model cocok tanam baru ini kami juga bekerjasama dengan pengembang wahana terbang nirawak (UAV) dari Bantul yang akan mengoperasikan unit drone-nya untuk proses penyiraman pestisida atau kegiatan monitoring kualitas tanaman,” ujar Widjajanto.
Demo dari penggunaan UAV juga dilakukan di sela-sela kegiatan panen perdana di Cisaat. Di luar kegiatan pengelolaan lahan pertanian ini, maka, tim pengelola juga membuka diri bagi peminat dari unsur pemerintah daerah, organisasi masyarakat, petani, hingga publik yang berminat untuk mempelajari teknik budidaya pertanian presisi di Cisaat.
Proses pembelajaran ini akan dilakukan oleh tim konsultan yang telah memperoleh pembekalan dari LTI untuk mendalami teknik pertanian presisi, baik dari aspek teknologi hingga budidaya aneka komoditas pangan dan hortikultura.
Di antaranya yang sedang dilakukan adalah ujicoba singkong dengan jarak tanam cukup padat sekitar 50 x 50 cm. Di petak uji yang sama juga tim lakukan ujicoba dengan jarak tanam konvensional 1 x 1 meter. Dari hasil pemantauan kualitas fisik ubi dari dua pola tanam singkong ini diperoleh hasil yang menggembirakan.
“Pemantauan secara fisik, dari berat, panjang ubi, hingga diameter menunjukkan tidak ada perbedaan yang signfikan dari penggunaan dua jarak tanam tersebut. Artinya, dengan populasi yang lebih padat jarak tanam maka dengan pertanian presisi ini kita tingkatkan produktivitas singkong,” kata Widjajanto.