REPUBLIKA.CO.ID, Waktu menunjukkan pukul 9 pagi saat puluhan santri berbaris rapih di halaman depan Pondok Pesantren Tuli Darul Ashom, Sleman Yogyakarta. Pagi itu mereka akan memulai kelas tahfidz. Mengenakan baju koko warna biru, satu persatu para santri difabel rungu memasuki bangunan berbentuk joglo. Didalam ruangan, deretan meja kayu dan mushaf berjajar rapi.
Dipimpin oleh seorang ustadz pendamping, para santri terlihat khusyuk menghafal alquran dengan menggunakan bahasa isyarat. Tangan-tangan mereka mulai bergerak menunjukkan bahasa isyarat saat menyetor hafalan alquran. Terkadang, dengan bahasa isyarat, ustadz pendamping akan mengoreksi jika ada santri yang salah dalam menghafalkan alquran.
Bahasa isyarat untuk menghafal Al-Qur'an di Ponpes ini tidak sembarangan. "Bahasa isyarat yang digunakan mengambil sanad dari Thaif, Saudi Arabia," ujar pendiri Ponpes Tuli Ustadz Abu Kahfi. Menurutnya, dengan sanad yang jelas, santri memiliki patokan bahasa isyarat yang universal. Sehingga misal ingin melanjutkan pendidikan ke Saudi Arabia akan memiliki bahasa isyarat membaca alquran yang sama.
Di Pondok Pesantren Tuli Darul Ashom, ada 47 santri difabel rungu yang mondok belajar menghafal alquran. Ponpes ini merupakan ponpes pertama di Indonesia yang menerapkan konsep mondok bagi tahfidz difabel rungu. Para santri di Ponpes ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Keberadaan Ponpes Tuli Darul Ashom tentu menjadi angin segar bagi difabel rungu di Indonesia yang berkeinginan untuk menjadi hafidz dan hafidzah alqur'an. Farhat, seorang santri difabel rungu asal Wonogiri, Jawa Tengah, menuturkan, dengan mondok di Ponpes Tuli Darul Ashom, dirinya berharap dapat menjadi penghafal alquran. "Saya belajar menghafal Al-Qur'an juga agar bisa mendoakan kedua orang tua saya," katanya.
Pondok Pesantren Tuli Darul Ashom merupakan pesantren penghafal alquran untuk tingkatan sekolah dasar. Ponpes ini sudah berpindah tempat beberapa kali mulai dari Sewon, kemudian Srandakan, hingga sekarang di Jalan Sumatera, Kayen, Sleman. Hal ini karena Ponpes belum memiliki bangunan tetap sendiri.
Persoalan ustadz pendamping masih menjadi permasalahan utama dalam mengembangkan Ponpes tahfidz alquran bagi difabel rungu. Karena keterbatasan ustadz pendamping, maka penerimaan santri baru sangat dibatasi. Untuk menjadi ustadz pendamping di Ponpes ini, kemampuan menguasai bahasa isyarat membaca alquran menjadi syarat mutlak. "Selain itu, ustadz pendamping juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan bahasa isyarat," jelas Ustadz Abu Kahfi.