Senin 15 Feb 2021 18:44 WIB

Ribuan Warga di Jepang Demo Tolak Kudeta Myanmar

Lebih dari 4.000 orang bergabung demonstrasi di Jepang menentang kudeta Myanmar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Yudha Manggala P Putra
Warga Myanmar di Tokyo, Jepang pada 12 Februari 2021 melakukan aksi demonstrasi menentang kudeta di negaranya.
Foto: EPA/FRANCK ROBICHON
Warga Myanmar di Tokyo, Jepang pada 12 Februari 2021 melakukan aksi demonstrasi menentang kudeta di negaranya.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Ribuan orang berpartisipasi dalam demonstrasi menentang kudeta militer Myanmar di Tokyo, Jepang, pada Ahad (14/2). Dalam aksinya, para pendemo mengenakan masker dengan tanda "X" sambil mengusung foto pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.

Menurut panitia penyelenggara, lebih dari 4.000 orang bergabung dalam demonstrasi tersebut. Sebagian besar peserta aksi adalah warga Myanmar yang bekerja di Jepang. Mereka berjalan melalui area perbelanjaan pusat kota Shibuya dan Omotesando dengan poster bertuliskan  “Help us save Myanmar” serta “Stop Crimes Against Humanity”.

Demonstrasi tersebut digelar ketika puluhan ribu warga turun ke jalan-jalan Myanmar pada Ahad. Aksi unjuk rasa menentang kudeta telah berlangsung di Negeri Seribu Pagoda selama sembilan hari berturut-turut.

Warga Myanmar yang berpartisipasi dalam demonstrasi di Tokyo, Thant Zaw Htun (45 tahun) mengungkapkan, dia sangat mencemaskan kondisi di negara asalnya. “Saya ingin kembali ke Myanmar untuk bergabung dengan mereka (para demonstran), tapi tidak bisa karena situasi (larangan bepergian akibat pandemi). Sebaliknya, saya bergabung di sini hari ini untuk melakukan apa yang dapat saya lakukan,” ucapnya.

Demonstran lainnya, Thwe Thwe Tun (27 tahun), menegaskan penolakan terhadap kudeta yang dilakukan militer Myanmar. "Saya pikir semua orang Myanmar di Jepang memiliki pendapat yang sama,"  ujarnya.

Sudah lebih dari sepekan demonstrasi menentang kudeta militer berlangsung di Myanmar. Ribuan warga turun ke jalan dan menyuarakan penolakan mereka atas perebutan paksa pemerintahan sipil oleh militer. Aksi itu terbilang berani mengingat sejarah kekejaman yang pernah dilakukan Tatmadaw (nama lain militer Myanmar) terhadap warga sipil di negara tersebut.

Baca juga : Protes Warga Myanmar Berlanjut

Bentrokan antara aparat keamanan dan pengunjuk rasa terjadi di beberapa lokasi. Seorang wanita yang tergabung dalam barisan massa tewas tertembak di bagian kepala baru-baru ini. Kejadian itu cukup meningkatkan ketegangan di sana.

Pada 1 Januari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).

Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

Militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat yang bakal berlangsung selama satu tahun. Sepanjang periode itu, militer akan mengontrol jalannya pemerintahan. Pemilu bakal digelar kembali setelah keadaan darurat usai.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement