REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA--Unjuk rasa mendukung rapper Spanyol yang dipenjara karena lagu-lagunya kembali memicu kerusuhan. Sabtu (27/2) malam kemarin demonstran di kota Barcelona membakar mobil van polisi dan menjarah toko-toko.
Sejak polisi menahan rapper Pablo Hasel pada 16 Februari lalu Spanyol diterpa gelombang unjuk rasa. Sabtu lalu ratusan orang kembali turun ke jalan. Seperti unjuk rasa-unjuk rasa sebelumnya aksi ini awalnya berlangsung dengan damai.
Namun sekelompok orang mengubah unjuk rasa damai itu menjadi kerusuhan dan terlibat dalam aksi vandalisme. Demonstran berubah ganas dengan membakar mobil van polisi dan tong sampah.
Ahad (28/2) Deutsche Welle melaporkan polisi mengatakan orang-orang yang disebut 'perusuh bertudung' itu juga menjarah toko-toko dan cabang-cabang bank. Salah satu diantaranya dibakar.
Sejumlah pengunjuk rasa juga bentrok dengan polisi dan 10 orang ditangkap karena menyerang petugas polisi. Saat bentrokan terjadi terlihat seorang pengunjuk rasa melemparkan bom molotov ke arah polisi.
Sejak Hasel ditangkap lebih dari 110 orang pengunjuk rasa ditahan. Kota-kota lain di Spanyol juga menggelar unjuk rasa tapi kekerasan paling parah terjadi di Barcelona, ibu kota kampung halaman Hasel yakni Catalonia.
Hasel seorang rapper yang terkenal dengan lirik-liriknya yang anti-kemapanan. Ia dihukum penjara selama 9 bulan karena dianggap menghina kerajaan dan mendukung terorisme.
Pada 2018 Hasel didakwa karena serangkaian cicitannya Twitter menyebut Raja Juan Carlos I sebagai bos mafia. Ia juga menuduh polisi menyiksa dan membunuh pengunjuk rasa dan imigran. Hasel ditangkap di sebuah universitas di Lleida. Titik pertama unjuk rasa dimulai.
Penangkapan rapper itu memicu perdebatan mengenai kebebasan berekspresi di Spanyol. Walaupun awalnya mengenai kebebasan berbicara tapi isu unjuk rasa meluas mulai dari tingginya angka pengangguran dan harga sewa tempat tinggal.