Senin 08 Mar 2021 16:59 WIB

Astronaut NASA Berhasil Jelajahi Titik Terdalam Bumi

Richard Garriott menyelesaikan penyelaman ke Challenger Deep.

Penyelaman ke Challenger deep.
Foto: pinterest
Penyelaman ke Challenger deep.

REPUBLIKA.CO.ID,  FLORIDA -- Astronaut Richard Garriott berhasil menyelesaikan penyelaman ke titik terendah di Bumi, Challenger Deep, pada Senin (1/3) lalu.

Ia merupakan seorang astronot NASA dan pelopor video game yang sebelumnya melintasi kutub Utara dan Selatan. Garriot juga mendanai perjalanannya sendiri ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Baca Juga

"Saya orang pertama yang pergi dari kutub ke kutub, luar angkasa dan orang kedua (laki-laki pertama) yang pergi ke kedalaman laut," kata Garriott dilansir di Collect Space, Senin (8/3).

Garriott, yang merupakan presiden baru The Explorers Club, melakukan penyelaman di atas kapal 'Limiting Factor'. Ini adalah kendaraan selam dalam kedalaman laut penuh bersertifikasi komersial pertama yang dikembangkan dan didanai oleh penjelajah bawah laut Victor Vescovo.  

Di atas kapal selam yang sama dengan Vescovo sebagai pilot, mantan astronot NASA Kathy Sullivan menjadi penjelajah luar angkasa pertama dan wanita pertama yang menyelam ke Challenger Deep, pada Agustus 2020.

Seperti Sullivan, Garriott melakukan perjalanan itu sebagai bagian dari rangkaian penyelaman yang bertujuan untuk mengamati Palung Mariana dan mengumpulkan sampel ilmiah.  

Garriott, bersama dengan temannya Michael Dubno juga membawa perangkat eksperimen teknik dan artistik mereka sendiri untuk perjalanan tersebut.

Garriot menjelaskan mengenai kapal selam yang membawanya ke dasar laut. Menurutnya, yang menarik tentang Limiting Factor adalah kedalamannya akan lebih dari dua kali lipat dari yang pernah ia alami sebelumnya dan itu ternyata jauh lebih sulit.

Untuk menemukan peralatan yang dapat beroperasi pada setengah kedalaman itu, kata Garriot, sebenarnya sudah tidak ada. Jadi untuk menemukan atau membuat peralatan yang dapat beroperasi pada kedalaman dua kali lipat lebih sulit.  

"Mereka harus mengatasi beberapa masalah teknik yang luar biasa, dimulai dengan cara menjaga agar penumpang tetap hidup," kata dia.

Sebagian besar kapal selam lain di dunia beroperasi dalam jarak beberapa ratus meter dari permukaan di mana umumnya masih ada sedikit cahaya yang masih tersedia. Berbeda dengan kapal ini.

Kapal ini turun begitu cepat dan begitu jauh, sehingga menjadi benar-benar gelap gulita di luar viewport hanya beberapa saat setelah ia berangkat. Oleh karena itu ia melalui kegelapan yang pekat hampir selama empat jam penurunan.

Garriott menuturkan, rencana penyelamannya adalah turun terlebih dahulu tepat ke bagian terdalam dari kolam timur, yang merupakan bagian terdalam dari Palung Mariana. Ini hanya untuk memastikan bahwa ia telah mencapai titik terdalam dan meninggalkan geocache.

Dasar laut di bawah sana, tepat di tempat mereka mendarat, Garriot gambarkan sebagai 'dataran jurang.' Ini semacam gurun. Kondisi dasarnya datar dan memiliki dasar yang sangat berlumpur dan keruh tempat sisa-sisa kehidupan 11 km di atasnya di kolom air, entah itu sisik atau kotoran atau debu atau bangkai ikan yang membusuk di atasnya, semua mengendap di sini.

Di sana tidak ada permukaan yang terlihat sangat keras, semuanya sangat halus. Tapi menurut Garriot, sebenarnya ada cukup banyak kehidupan di bawah sana, banyak jenis crustacea ditemukan disana.

Garriot berencana mengumpulkan sampel geologis dari sana. Namun, sayangnya ia mengalami masalah listrik pada lengan manipulator kapal, yang ternyata adalah kesalahan perangkat lunak. Lalu kondisi bebatuan di sana juga tidak memungkinkan.

"Karena selubung bulu halus, kami tidak dapat melihat bebatuan kecil, apalagi menjangkau untuk mengambilnya, jadi kami tidak bisa mendapatkan batu. Itu adalah tugas yang akan kami serahkan kepada penjelajah berikutnya," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement