REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan bersikap terbuka terkait tewasnya enam laskar FPI di Tol Cikampek. Dia meminta Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI agar menunjukkan bukti insiden tewasnya enam anggota FPI tersebut merupakan pelanggaran HAM berat.
Dengan begitu, jika memang terdapat bukti adanya pelanggaran HAM berat, agar disampaikan kepada Presiden. “Bukti, bukan keyakinan. Karena kalau keyakinan, kita juga punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si A, si B, si C,” kata dia saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (9/3).
Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (9/3) pagi, tujuh anggota TP3 menyampaikan keyakinannya bahwa insiden ini termasuk dalam kasus pelanggaran HAM berat dan meminta agar dibawa ke pengadilan HAM.
Di antara anggota TP3 yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, yakni Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, dan Kiai Muhyiddin. Sementara, Presiden Jokowi didampingi oleh Mensesneg Pratikno dan Menko Polhukam Mahfud MD.
“Tujuh orang yang diwakili oleh Pak Amien Rais dan Pak Marwan Batubara tadi menyatakan mereka menyatakan keyakinan telah terjadi pembunuhan terhadap enam laskar FPI dan mereka meminta agar ini dibawa ke pengadilan HAM karena pelanggaran HAM berat. Itu yang disampaikan kepada Presiden,” kata Mahfud.
Menanggapi hal itu, Presiden pun menyampaikan telah meminta Komnas HAM agar bekerja secara independen. Presiden juga menegaskan, pemerintah tidak akan ikut campur dalam penyelidikan kasus itu. Komnas HAM sendiri telah menyampaikan laporannya serta empat rekomendasi kepada Presiden.
“Yaitu, bahwa temuan Komnas HAM, temuan Komnas HAM yang terjadi di Tol Cikampek KM 50 itu adalah pelanggaran HAM biasa,” ujar Mahfud.
Ia menjelaskan, kasus dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat jika dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Yakni, dilakukan oleh aparat secara resmi dengan cara struktur berjenjang dan menimbulkan korban secara masif.
“Harus targetnya bunuh enam orang yang melakukan ini, taktiknya ini, alatnya ini, kalau terjadi ini, larinya ke sini. Itu terstruktur, sistematis. Juga jelas tahap-tahapnya, perintah pengerjaan itu. Itu pelanggaran HAM berat,” ujar Mahfud menjelaskan.
Karena itu, ia mendorong agar TP3 memberikan bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam kasus ini sehingga proses peradilan dapat segera dilakukan secara terbuka. Mahfud mengatakan, sebelumnya TP3 juga telah diterima oleh Komnas HAM dalam penyelidikan kasus ini. Saat itu, Komnas HAM juga meminta agar TP3 memberikan bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam insiden ini.
“Ada di berita acaranya bahwa TP3 sudah diterima, tapi ndak ada (bukti), hanya mengatakan yakin. Nah, kalau yakin (saja) tidak boleh,” kata dia.