REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim nasional (timnas) Belanda ingin meningkatkan kesadaran atas isu pelanggaran HAM terhadap pekerja migran di Qatar. Tetapi Belanda menolak langkah boikot atas putaran final Piala Dunia 2022 yang akan digelar di jazirah Timur Tengah itu.
Belanda yang berada di Grup G fase kualifikasi zona Eropa, akan mengawali perjuangan dengan laga tandang ke Turki pada Kamis (25/3) WIB. Asosiasi Sepak Bola Belanda (KNVB) sendiri sudah sempat mengeluarkan pernyataan terkait isu eksploitasi pekerja migran di Qatar, tetapi memastikan tidak akan menempuh aksi boikot.
"Perhatian sekarang tertuju kepada apakah kami akan tetap berangkat ke sana jika lolos," kata pelatih Belanda Frank de Boer dalam jumpa pers sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (23/3) malam. "Mengangkat pertanyaan soal itu adalah sebuah langkah yang benar. Semua orang tahu apa yang terjadi di sana tidak baik. Human Rights Watch dan Amnesty International juga sudah bilang dengan tetap ke sana, kami bisa mengkampanyekan isu ini lebih vokal."
Setelah bertahun-tahun ditekan oleh berbagai kelompok pembela HAM, Qatar baru-baru ini mengubah regulasi ketenagakerjaan demi menghapuskan sebagian sistem sponsor 'kafala', menghapuskan kewajiban pekerja meminta izin dari atasan pemberi sponsor kerja jika ingin pindah pekerjaan atau meninggalkan Qatar.
Qatar juga meningkatkan 25 persen upah minimal bulanan menjadi 1.000 riyal (sekira Rp 3,9 juta) yang berlaku untuk semua pekerja, bukan hanya warga lokal. Bulan lalu harian Inggris The Guardian melaporkan setidaknya 6.500 pekerja migran, yang sebagian besar terkait proyek Piala Dunia, meninggal di Qatar sejak negara itu memenangi pengajuan diri sebagai tuan rumah 10 tahun lalu, seturut kalkulasi mereka sendiri berdasar catatan resmi pemerintah.
Pemerintah Belanda awal bulan ini menangguhkan misi dagang ke Qatar, dengan alasan kekhawatiran atas isu pekerja migran terkait persiapan Piala Dunia. Kapten Belanda, Georginio Wijnaldum, mengaku ia dan rekan-rekannya telah membahas soal isu tersebut. "Ini jelas topik besar, tetapi kami semua percaya harus tetap berangkat ke sana jika lolos. Di sana kami bisa memberi dampak lebih besar untuk perubahan yang dituju," jelasnya.