Senin 29 Mar 2021 20:43 WIB

Pengamat: Regulator Zakat Aneh karena Sekaligus Operator

Pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan kerangka regulasi yang kondusif

Rep: Umar Mukhtar/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS, pada soft launching hasil riset IDEAS yang bertajuk ‘Wajah APBN Pasca Covid-19’, di Tangerang Selatan, Kamis (14/5) .
Foto: IDEAS
Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS, pada soft launching hasil riset IDEAS yang bertajuk ‘Wajah APBN Pasca Covid-19’, di Tangerang Selatan, Kamis (14/5) .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi syariah Yusuf Wibisono  menjelaskan,  pengembangan dunia zakat di Indonesia berada pada jalur yang tepat. Dengan sistem sukarela, dia menilai, penghimpunan zakat mengalami peningkatan tetapi memang belum optimal. Kondisi ini karena pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan kerangka regulasi yang kondusif.

"Dunia filantropi itu sangat membutuhkan regulator yang independen, kuat, kredibel, untuk memastikan kepercayaan publik kepada lembaga zakat nasional itu kuat. Sekarang ini, kita belum punya regulator yang independen, kuat dan kredibel," tutur dia.

Yusuf mengakui, memang saat ini sudah Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Namun, menurutnya, kerangka regulasi yang menaungi Baznas itu aneh karena lembaga tersebut berfungsi sebagai regulator sekaligus operator.

"Baznas mengumpulkan zakat, ini aneh. Bagaimana mau mengawasi operator yang lain kalau Baznas juga menjalankan fungsi operator juga. Jadi yang dibutuhkan adalah bagaimana masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi. Kepercayaan publik ini tidak pernah bisa terbentuk optimal karena regulatornya tidak jelas," tutur dia.