Pengrajin Batik Jatim Diminta Olah Limbah dengan Benar
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih Emil Elestianto Dardak | Foto: Antara/Didik Suhartono
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak meminta seluruh pengrajin batik di wilayah setempat untuk memahami pengolahan limbah yang benar. Emil juga berharap para pengrajin batik dapat menerapkan industri hijau. Para pengrajin dituntut memahami dan menerapkan cara menghasilkan produk batik yang ramah lingkungan.
Emil menyampaikan, pentingnya pelatihan proses pembuatan batik yang ramah lingkungan adalah untuk menciptakan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, dan air. Sehingga, limbah yang dihasilkan lebih sedikit. "Hal ini sesuai dengan implementasi prinsip industri hijau yang dapat mendukung konsep ekonomi secara berkelanjutan," kata Emil di Surabaya, Selasa (30/3).
Emil mengingatkan langkah-langkah yang harus diterapkan untuk bisa dikategorikan industri hijau. Di antaranya produksi bersih, konservasi energi, efisiensi sumberdaya, dan proses daur ulang. Melalui penerapan industri hijau, lanjut Emil, akan terjadi efisiensi pemakaian bahan baku, energi, dan air.
"Sehingga limbah maupun emisi yang dihasilkan menjadi minimal dan proses produksi akan menjadi lebih efisien. Dengan demikian, bisa meningkatkan daya saing produk industri batik di level nasional maupun internasional," ujarnya.
Emil mengingatkan, limbah batik yang ramah lingkungan juga dapat dimanfaatkan untuk home decoration. Selama ini, sebagian besar orang hanya mengetahui batik untuk pakaian saja. Padahal, batik juga dapat dijadikan hiasan.
"Jadi bagaimana kita memperluas pemanfaatan batik selain sebagai fungsi awalnya, yakni untuk dipakai. Itu yang harus dimaksimalkan," kata Emil.
Ketua Asosisasi Pengrajin Batik (APB) Jatim Wirasno menjelaskan, pihaknya telah memberi pelatihan agar pengrajin batik mampu membuat lilin malam sebagai bahan pembuatan batik menggunakan limbah. Jadi, malam limbah yang terbuang diproses menjadi malam baru, sehingga memenuhi kategori industri hijau.
Para pengrajin juga diberikan pelatihan membuat canting cap batik menggunakan kertas. Ongkos produksi kertas lebih murah ketimbang menggunakan tembaga yang lebih mahal. Selain itu, kertas bisa dikreasikan pengrajin sesuai motif yang dikehendaki.
"Memang untuk penggunaannya lebih awet menggunakan tembaga, tetapi dari ketidakawetan itu memacu pengrajin untuk terus berkreasi sehingga motifnya tidak itu-itu saja," kata dia.