Pemilik tambang besi terbesar di dunia, Andrew Forrest telah melontarkan kritik kepada bos Telsa, Elon Musk. Miliarder asal Australia ini mengkritik sikap penolakan Musk terhadap energi hidrogen sebagai bahan bakar mobil ramah lingkungan.
Kritikan ini pun membuat mereka kian bersaing sebagai pemain utama mobil listrik dunia, Tesla, dengan Forrest yang mengajukan alternatif lain dalam pengembangan mobil ramah lingkungan.Â
Dilansir dari Forbes di Jakarta, Selasa (30/3/2/1) kritikan ini datang saat Forrest hadir dalam konferensi Investasi Asia Kredit Suisse Group AG pada rabu pekan lalu.
Baca Juga: Tesla Sempat Kena Jegal, Miliarder Elon Musk Coba 'Rayu' China Lagi
"Setiap alasan untuk takut pada mereka, dan deskripsinya mungkin lebih cocok menurut saya untuk seseorang yang menjajakan teknologi baterai sebagai teknologi ramah lingkungan saat dijalankan dengan bahan bakar fosil," ujarnya.
Forrest merupakan pemilik Fortescue Metals Group, perusahaan tambang pengekspor biji besi terbesar keempat di dunia. Baru-baru ini, ia pun merambah bisnis baru yaitu pengembangan energi bersih terbarukan.
Forrest menyebut bahan pembuatan baterai mobil listrik terbatas, berbeda dengan hidrogen yang melimpah di dunia. Karena itu, Forrest lebih mendukung upaya pengembangan mobil ramah lingkungan dengan bahan bakar sel hidrogen.
Inovasi ini pun terlihat menjanjikan di masa depan sebagai opsi lain atas dominasi Tesla yang berbahan bakar listrik. Meski demikian, kedua bahan bakar ini ramah lingkungan dan rendah karbon.
Namun, Musk menganggap 'bodoh' apabila menggunakan bahan bakar hidrogen untuk mobil ramah lingkungan. Dia juga menyebutnya "sel bodoh" dan "tumpukan sampah". Pada pertemuan pemegang saham pada tahun 2018 silam, Musk bahkan menyebut inovasi ini tidak mungkin sukses.
Saat memberikan pernyataan di depan audiens China, Musk menyebut bahwa penggunaan energi hidrogen justru tidak menjanjikan. Padahal, penggunaan bahan bakar hidrogen dinilai sejumlah pakar tidak memerlukan proses pembuatan baterai yang besar dan tidak ada tanggung jawab terkait daur ulang baterai bekas yang dihasilkan kendaraan listrik. Bahan bakar hidrogen juga memiliki risiko kerusakan lingkungan yang lebih kecil.
Namun, tetap saja menurut Bloomberg NEF dalam sebuah laporan tahun lalu tentang industri hidrogen; sebagian besar pasar mobil, bus, dan truk ringan lebih menyukai baterai sebagai solusi yang lebih murah daripada bahan bakar hidrogen.
Meski demikian, Forrest tetap optimis dengan adanya industri baru ini. Hal ini karena negara-negara seperti China, Jepang dan Korea Selatan juga memiliki rencana untuk meningkatkan penggunaan sel bahan bakar hidrogen.Â
âEnergi hijau perlu tersedia pada industri, skala global, dan dengan harga yang bersaing dengan bahan bakar fosil,â kata Forrest.Â
"Ketika energi bahan bakar fosil menjadi lebih mahal daripada energi terbarukan, saat itulah kita akan mencapai titik kritis." lanjutnya.