Kamis 01 Apr 2021 05:46 WIB

Saat Nabi Muhammad Menikahi Wanita Gemuk yang tak Cantik

Saudah istri Nabi Muhammad meski gemuk dan tak cantik tetap memiliki keistimewaan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Saat Nabi Muhammad Menikahi Wanita Gemuk yang tak Cantik. Foto: Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)
Saat Nabi Muhammad Menikahi Wanita Gemuk yang tak Cantik. Foto: Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Usai sepeninggal Sayyidah Khadijah, Nabi Muhammad SAW hidup sendirian. Nabi bahkan menyiapkan sendiri kebutuhan rumah tangga seperti makan hingga menjahit pakaian, sebelum akhirnya Nabi diperkenalkan kepada wanita yang mulia yang berfisik gemuk dan tak terlalu cantik.

Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, salah seorang sahabat Sayyidah Khadijah bernama Khaulah binti Hakim merasa kasihan dengan Nabi yang menyiapkan kebutuhan hidup sendirian sepeninggal Sayyidah Khadijah. Maka, Khaulah pun menyodorkan dua nama untuk dinikahi Nabi, yakni Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Saudah binti Zam’ah.

Baca Juga

Jika Sayyidah Aisyah masih terlalu kecil dan belum cukup usia berperan sebagai seorang istri, Sayyidah Saudah adalah seorang wanita tua yang suaminya meninggal di perantauan (Etiopia). Tentunya, Sayyidah Saudah merupakan perempuan berpengalaman dalam mengurus rumah tangga.

Betapapun Nabi menerima usul Khaulah yakni dengan menikahi dan hidup sebagai suami-istri dengan Sayyidah Saudah, Nabi juga menerima usul untuk menikahi Sayyidah Aisyah. Akan tetapi, Nabi menangguhkan hidup berumah tangga dengan Sayyidah Aisyah, sebab beliau bersedia menikahi Sayyidah Aisyah untuk satu tugas yang tidak ringan sebagaimana Sayyidah Aisyah dikenal sebagai pribadi yang cerdas dan cantik.

Sayyidah Saudah sendiri merupakan putri dari Zam’ah bin Qais. Sebelum menikah dengan Nabi, beliau adalah janda As-Sakran bin Amr yang merupakan putera pamannya. Zam’ah dan suaminya termasuk orang-orang yang berhijrah ke Habasyah, tetapi suaminya wafat di perantauan sehingga Sayyidah Saudah terpaksa kembali ke Makkah menanggung beban kehidupan bersama anak-anaknya.

Dijelaskan, Sayyidah Saudah bukanlah wanita yang cantik. Beliau pun menyadari bahwa daya tariknya telah pudar, badannya secara fisik besar dan ia tidaklah langsing. Namun demikian, beliau memiliki keistimewaan yang mulia.

Baca juga : Kisah Dua Wanita tak Kuat Puasa Ramadhan

Sayyidah Saudah merupakan seorang yang dermawan, di samping tekun beribadah, beliau juga memiliki rasa humor yang seringkali menjadikan Nabi terhibur dan tersenyum. Suatu ketika ia pernah berkata kepada Nabi: “Semalam ketika aku shalat mengikutimu saat rukuk, engkau begitu lama sehingga aku memegang hidungku takut jangan sampai bercucuran darah,”.

Mendengar hal itu, Nabi pun tertawa. Agaknya, sikap humor dari Sayyidah Saudah itulah yang cukup diandalkan dalam hidup berumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW, bukan dari daya tarik kecantikan. Karena itu, setelah Nabi menikahi Sayyidah Hafshah dan menghadapi dua madu yang cantik, beliau menyadari benar kedukaannya.

Maka ketika itulah beliau menyampaikan secara tegas bahwa beliau tak butuh, bahkan berkeinginan lagi, apa yang diinginkan oleh banyak wanita muda. Karena itu ‘malam’ gilirannya diserahkan kepada Sayyidah Aisyah asal dia dapat hidup sebagai istri Nabi, beliau berkata: “Demi Allah yang aku inginkan tidak lain kecuali kiranya Allah membangkitkan aku di Hari Kemudian sebagai istrimu,”.

Diketahui, Sayyidah Saudah meriwayatkan beberapa hadis Nabi. Bahkan beberapa ahli tafsir, menurut Prof Quraish, menyatakan beberapa ayat Alquran turun berkaitan dengan sosok beliau. Salah satunya sebagaimana terangkum dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 128.

Allah berfirman: “Wainimra-atun khaafat min ba’liha nusyuzan aw I’radhan falaa junaaha alaihima an yushliha bainahuma shulhan, wasshulhu khairun, wa uhdhiratil-anfusu as-syuhu, wa in tuhsinuu wa tattaquu fa-innallaha kaana bimaa ta’maluna khabiran,”.

Yang artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan,”.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement