Spesialis Saraf RSA: Epilepsi tak Menular dan Bisa Sembuh
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
ilustrasi epilepsi | Foto:
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Epilepsi selama ini masih dianggap sebagai penyakit gangguan jiwa dan bisa menular. Padahal, kenyataannya epilepsi adalah gangguan saraf otak dan tidak menular, dengan penderita di Indonesia diperkirakan 1,5-2,4 juta orang pada tahun 2013.
Spesialis saraf RSA UGM, dr Fajar Maskuri mengatakan, masih ada mitos yang beranggapan epilepsi bisa menular. Hal ini yang menyebabkan saat menemukan penderita yang sedang kejang tidak ditolong karena khawatir tertular.
"Meski bersentuhan kulit atau terkena air liur penderita saat kita menolong, itu tidak tertular. Minimal, mengamankan pasien terkena cedera saat kejang," kata Fajar, Rabu (7/4).
Fajar menekankan, epilepsi bukanlah gangguan jiwa, meski ada gangguan kognitif dan kecerdasan di bawah rata-rata. Walau sulit diajak berkomunikasi, tapi bila penderita epilepsi sebenarnya bisa sembuh bila mendapat penanganan yang tepat.
"Jika tidak diobati segera, maka akan terjadi kerusakan otak lebih berat dan semakin sering kejang, maka sel-sel di otak akan banyak yang rusak, sehingga perlu segera diobati ke dokter saraf," ujar Fajar.
Selain itu, masih ada beberapa anggapan yang menyebutkan penderita epilepsi tidak boleh menikah karena khawatir keturunannya akan mengalami penyakit serupa. Padahal, kenyataannya penderita epilepsi tetap boleh menikah.
"Tidak ada larangan apalagi memiliki keturunan. Namun, bagi wanita, jika hamil harus dikontrol dokter saraf dan dokter kandungan," kata Fajar.
Spesialis saraf RS Sardjito, dr Atitya Fitri Khairani menambahkan, penderita epilepsi sangat penting bisa rutin minum obat dalam waktu lama. Hal itu dikarenakan saat serangan epilepsi terjadi gangguan kelistrikan di otak.
"Meski penyakit ini tidak menular, namun membutuhkan pengobatan intensif dan waktu yang panjang," ujar Atitya.