REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edin Hadzalic, Warga Bosnia Herzegovina
Kehadiran bulan Ramadan di Bosnia khususnya dan Muslim Balkan umumnya, dikenang dan dikenal dengan hadirnya bau wewangian. Dalam literatur oral (lisan) yang bisa dirunut umurnya sudah ratusan tahun umurnya, ataupun dalam tradisi tertulis dan modern, dibicarakan apa yang disebut dengan wewangian Ramadhan itu.
Dan memang betul adanya pernyataan dari para alim ulama yang menyebut Ramadhan sebagai bulan suci, bulan rahmat, bulan puasa, dan lain lain. Namun yang paling disebarluaskan di Bosnia dan kawasan Balkan adalah soal Wewangian Ramadhan.
Kalau dibilang bahwa kehadiran wangian khusus bulan Ramadan berasal dari jenis makanan yang disajikan pada waktu berbuka puasa, itu betul adanya. Namun, bukan hanya itu, udara pun yang harum dan beroma wangi dalam beda Ramadhan itu selalu berbeda dengan bulan-bulan lain.
Dan meluasnya aroma wangi ini ini adalah menjadi kesaksian berbagai orang. Bahkan mereka yang tidak berpuasa, bahkan tidak beragama Islam mengakuinya.
Sedangkan kalau aroma wangi udara berasal dari wangian makanan yang menjadi ciri khas Ramadhan Bosnia juga bisa saja. Di negara itu ada sejenis roti ‘Ramazanija’ atau ‘Pitaljka’ yang wangi. Roti tipis ini seperti roti ‘Nan’ asal India-Pakistan. Di atas roti ditaburi biji-bijian habbatussauda atau jintan hitam. Uniknya, roti yang wangi dan lezat ini dapat dibeli pada masa bulan Ramadhan saja!
Biasanya setiap hidangan untuk berbuka puasa pada masyarat Muslim di Balkan ada minuman ‘serbet’, sup dari benih kacang atau krim. Selain itu, ada hidangan utama dan desert untuk buka puasa. Sama seperti di Indonesia segala macam jenis khurma juga disajikan.
Tak hanya itu, iftar atau buka puasa, dalam tradisi di sebuah lingkungan masyarakat Bosnia — terutama masyarakatnya urban — akan dilakukan dengan bergiliran saling berpindah dari rumah ke rumah. Golongan masyarkat yang lebih mapan secara finansial lazimnya akan selalu membuat acara publik, berupa buka bersama untuk umum.
Pada acara buka bersama itu biasanya dihidangankan makanan yang lengkap dan mewah. Setelah makan akan disajikan kopi. Selesai bersantap, mereka akan berangkat ke masjid untuk shalat tarawih.
Dalam acara shalat pada malam bulan Ramadhan itu berbagai orang yang biasanya sepanjang tahun jarang ke masjid tiba-tiba akan rajin shalat tarawih berjamaah di masjid.
Nah, setelah shalat tarawih, di semua sudut kota akan segera penuh dengan keriuhan dengan para pemuda. Mereka berkumpul di semua kafe dan restoran. Tempat itu akan penuh sesak sampai larut malam. Suasananya akan gembira, penuh tawa dan canda.
Sedangkan mengenai tanda buka puasa di Bosnia ada dua. Pertama, tradisi yang semenjak dahulu dijalankan bersama, yaitu tembakan dari meriam kayu. Yang kedua adalah menyala terangnya lampu pada menara mesjid. Lampu di menara itu akan menyala sepanjang malam sampai datangnya waktu imsak.
Menjelang datangnya waktu Shubuh, meriam juga akan berbunyi sebanyak dua kali. Bunyi gelegar meriam pada pagi-pagi itu akan menjadi pertanda datangnya waktu sahur dan waktu imsak.
Sampai hari ini, tradisi menyalakan meriam ini hanya terjadi di sebagian kota. Dan kota yang hingga sekarang masih punya tradisi membunyikan meriam pada waktu datangnya Maghrib dan Shubuh Ramadhan masih terjadi, seperti Sarajevo dan Travnik. Sedangkan untuk pemasangan lampu di menara masjid itu masih dijalankan di semua kota di Balkan.
Khusus untuk anak-anak yang belum sanggup puasa yang bisa memakan waktu sepanjang 16-17 jam seperti sekarang, yakni ketika bulan Ramadhan jatuh pada musim panas, saat siang hari sangat panjang, mereka tetap diminta berpuasa. Maka itu, puasa mereka diasuh dan diawasi oleh ibunya atau neneknya, seperti juga di Indonesia.
Pada malam-malam Ramadhan di Balkan dan Bosnia, semuanya memiliki keistimewaan tersediri. Namun, dalam tradisi Muslim Balkan yang paling meriah adalah pada peringatan Lailatul Qadr, yakni pada malam ke-27 Ramadhan. Pada pada malam itu, di semua masjid akan digelar acara bersama-sama membaca Alquran, berzikir, membaca maulid, dan menyanyikan nasyid.
Saya waktu kecil sempat menyaksikan pembicaraan kakek saya, Azem, dengan saudaranya, Ejup. Topik pembicaraannya adalah menjawab pertanyaan, mengapa bulan Ramadhan di Balkan mempunyai bau wangi yang berbeda dari semua bulan yang lain.
Saat itu, kakek saya yang sekarang sudah almarhum menjawab, “Wewangian Ramadhan beda karena selama bulan Ramadhan, Allah SWT mengunci para setan sehingga manusia dapat secara bebas merasakan wangian asli alam sekitarnya. Selain itu, semua pintu rahmat dibuka sehingga rahmat menyelimuti alam semesta ini.”
Dan saudara kakekku, Ejup, membenarkannya. Katanya, ”Betul, dan pada bulan inilah manusia dipacu dengan alam semesta untuk mengingat kembali masa azzali ketika bersumpah atas pertanyaan Tuhan: 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Dan kami saat itu telah menjawab, 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi!'”.
Jadi itulah suasana dan tradisi Ramadhan di masyarakat Muslim yang tinggal di kawasan Balkan. Dan Ramadhan kali ini, yang jatuh di bulan Arpril, mengingatkan saya pada awal musim semi yang hangat denga udara yang suam-suam kuku. Tapi sayangnya, Ramadhan kali ini di sana suasana sedih. Ini karena ada ancaman pandemi Covid-19.