Oleh : Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar
REPUBLIKA.CO.ID, Ada beberapa istilah dalam bahasa Arab tentang pujian. Antara lain tamaddah, tahmid, dan tasyakkur.
Tamaddah lebih sering digunakan sebagai ungkapan basa-basi, untuk sekadar menghibur seseorang yang baru saja meraih prestasi. Hanya saja, kadang-kadang pujian hanya sampai di mulut dan kadang berbeda dengan apa yang ada di hati. Kadang di mulut positif tetapi di dalam jiwanya negatif. Mirip dengan tatsniyah yang bisa berarti mendua atau hypocrite, lain di mulut lain di hati.
Tamaddah biasanya berupa pujian setelah ada prestasi atau kebajikan. Bedanya dengan tahmid, sebelum ada prestasi atau kebajikan sudah ada pujian. Kita selalu memuji Allah sebelum dan sesudah nikmatnya turun kepada kita. Tamaddah tidak begitu populer di dalam Islam dan Alquran sama sekali tidak pernah menyebut kata ini.
Tamaddah lebih berkonotasi pujian basa-basi. Pujian yang dilontarkan di mulut belum tentu sesuai dengan apa yang tersembunyi di dalam batin seseorang. Boleh jadi seseorang memuji orang lain setinggi langit tapi entah di dalam hati yang sedalam lautan.
Pada umumnya, tamaddah digunakan untuk memuaskan orang sesaat setelah perbuatan istimewa dilakukan seseorang. Biasanya orang yang gampang memuji berlebihan, orang ini juga berpotensi membenci berlebihan.
Tahmid adalah pujian yang luhur kepa da suatu objek yang dipuji. Misalnya, pujian seorang hamba kepada Tuhannya, seorang anak kepada orang tuanya, atau murid terhadap gurunya. Tahmid umumnya positif dan jarang digunakan untuk hal-hal yang negatif. Kata tahmid juga seakar kata dengan Muhammad atau Ahmad, nama Nabi Muhammad SAW berarti 'terpuji'.
Tahmid memang luhur, tetapi masih terbatas hanya dalam bentuk pujian katakata. Tahmid memuji Allah SWT karena Ia yang memberi nikmat begitu banyak dan sekaligus menolak begitu banyak musibah. Nikmat Allah begitu besar untuk manusia sehingga Allah SWT sendiri menyatakan:
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ "Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS Ibrahim [14]: 34).
Syukur adalah pujian yang disertai atau diungkapkan dengan perbuatan atau aksi nyata. Seseorang yang memuji Allah SWT dengan cara memberikan sedekah, infak, jariyah, zakat, wakaf, hibah, dan lain-lain kepada orang lain yang membutuhkan, belum bisa disebut seseorang bersyukur kalau hanya memuji dengan ungkapan kata-kata atau tulisan. Seseorang baru bisa disebut bersyukur kalau menyertakan pujiannya dengan aksi nyata, yaitu berbuat baik atau meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat.
Tahmid betul-betul tidak terikat dan tidak terpengaruh dengan harapan-harap an lain selain kepasrahan penuh kepada Allah SWT. Pujian yang dilakukan sama se kali bukan karena ada keinginan menda pat kan peluang baru yang konotasinya bersifat fisik-materi, tetapi tahmid sudah se lesai dengan penyerahan diri yang ber sangkutan secara total kepada Allah SWT.
Namun, di sisi lain, kalangan ulama lebih mengedepankan syukur daripada tahmid karena inti ajaran Islam tidak hanya untuk mewujudkan kesalehan individual, tetapi juga kesalehan spiritual. Dalam perspektif ini, tentu syukur lebih strategis untuk pengembangan umat ke depan.
Sumber: islamweb