REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) rencananya akan memberhentikan siaran TV analog paling ambat pada tanggal 2 November 2022 pukul 24.00 WIB. Hal ini dinilai akan mampu memberikan kualitas penyiaran yang lebih baik kepada masyarakat.
Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 72 angka 8 memang mengamanatkan migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke digital dan penghentian siaran televisi analog (ASO). Program transformasi digital nasional yang akan dilakukan bertahap ini dinilai akan menyehatkan industri telekomunikasi dan penyiaran sekaligus optimalisasi sumber daya terbatas seperti spektrum frekuensi radio.
Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) DIY dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY pun merespons hal itu. Mereka saat ini tengah bersama-sama melakukan sosialisasi baik kepada masyarakat maupun lembaga penyiaran khususnya media penyiaran lokal sehingga diharapkan sudah siap bermigrasi dari TV analog ke TV digital pada Agustus 2022 mendatang. Salah satu hal yang penting ialah melakukan penyebaran Set Top Box (STB) dari TV analog menjadi TV digital gratis kepada masyarakat, khususnya yang kurang mampu dan membutuhkan seperti mekanisme program bantuan sosial.
Kepala Diskominfo DIY, Rony Primanto Hari mengatakan kira-kira akan ada 10 ribu hingga 100 ribu STB yang akan dibagikan bagi masyarakat kurang mampu atau yang membutuhkan di DIY.
“Masyarakat yang kurang mampu nantinya juga akan dapat menikmati siaran TV digital yang gambarnya lebih bersih tidak tergantung cuaca seperti TV analog, suara lebih jernih dan kanalnya menjadi lebih banyak karena canggih teknologinya,” ujar Rony, Selasa (20/4).
Kemudian terkait lembaga penyiaran, pemerintah telah menetapkan penyelenggara multiplekser (mux) yaitu Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan beberapa televisi swasta yang akan menampung televisi lokal bermigrasi dari siaran TV analog ke TV digital.
“Saya kira bagi perusahaan atau lembaga penyiaran di Tanah Air sudah mengarah ke TV digital saat ini, hanya saja berbagai perangkat yang dimiliki perlu diubah dari analog ke model digital. Ada dua mux yang disediakan di DIY yaitu TVRI dan Metro TV yang masing-masing akan menampung 12 TV digital," kata dia.
“Kurang lebih sudah ada 20 saluran TV digital yang terdaftar di DIY dan dalam taraf uji coba saat ini, jadi masih ada sisa 4 saluran TV digital yang belum terisi.” kata Rony menambahkan.
Semua lembaga penyiaran televisi di DIY, kata dia, harus siap berpindah dari TV analog ke TV digital. "Kalau tidak, akan ketinggalan, apalagi TV analog sudah tidak bisa digunakan tahun depan,” kata dia menegaskan.
Rony menekankan kehadiran saluran TV digital ini diharapkan agar lembaga penyiaran televisi di daerah bisa lebih berperan terhadap daerahnya sendiri, khususnya ikut mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya. Sehingga kepemilikan saluran TV digital di DIY dipunyai dan diproduksi oleh masyarakat DIY yang dapat dinikmati masyarakat luas.
Bagi DIY sendiri hal ini akan semakin mengangkat nilai-nilai keistimewaan DIY, menyiarkan siaran dengan bahasa lokal, menggunakan produksi dan sumber daya manusia (SDM) lokal sehingga bisa menghidupkan seniman/budayawan maupun pelaku usaha lokal dan lainnya.
TV digital ini berbeda dengan TV streaming menggunakan gawai maupun TV kabel atau satelit berlangganan, TV digital menggunakan jaringan televisi terestial free to air hanya salurannya ditangkap dengan sistem digital. “Dengan semakin banyak lembaga penyiaran di DIY maka edukasi yang disampaikan ke masyarakat menjadi lebih baik,” kata Rony.
Sementara itu, Ketua KPID DIY Dewi Nurhasanah mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja telah diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran Pasal 85, yang mana Pemerintah membantu penyediaan alat bantu penerimaan siaran STB kepada rumah tangga miskin agar dapat menerima siaran televisi secara digital melalui terestrial.
“Itu adalah kesiapan mutlak yang harus dipenuhi, karena masyarakat tidak bisa mengakses siaran TV digital jika tidak ada alat STB tersebut. Sebab tidak semua masyarakat mampu membeli alat tersebut khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah atau rumah tangga miskin sehingga pemerintah perlu hadir di sini,” ujar Dewi.
“Mekanisme implementasi dari PP 46 Tahun 2021 tersebut masih belum ada eksekusinya sehingga pihaknya masih menunggu keputusan kementrian terkait,” kata dia menambahkan.
Dewi menyoroti nasib televisi lokal agar tetap bisa melakukan siaran dan kesiapan publik atau masyarakat DIY menerima migrasi ke TV digital tersebut. Media penyiaran lokal yang masih eksisting membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit untuk bermigrasi, maka pemerintah diharapkan bisa memberikan kebijakan atau perhatian semacam tarif khusus sewa mux yang terjangkau dan logis agar tetap bisa bertahan.
KPID DIY juga berusaha meningkatkan literasi media kepada masyarakat dan memberikan pembinaan kepada televisi lokal agar bisa beradaptasi dan mengakses seluruh kebutuhan berkaitan migrasi analog ke digital.
“Literasi publik juga harus diperhatikan, masyarakat harus diberikan edukasi karena konsekuensi dari digitalisasi yang tidak bisa dibendung adalah masyarakat akan diserbu informasi dari berbagai media penyiaran yang ada di DIY sehingga mereka perlu disiapkan mental dan literasinya menerima TV digital,” kata dia.