Kamis 13 May 2021 16:18 WIB

Ucapan Taqabalallahu Minna Wa Minkum, Bagaimana Hukumnya?

Tidak mengapa bagi seseorang untuk mengucapkan pada hari raya.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sejumlah umat Muslim bersalaman usai melaksanakan shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di Masjid Dian Al-Mahri, Depok, Jawa Barat Kamis (13/5). Masjid Dian Al-Mahri atau Masjid Kubah Emas Depok menyelenggarakan Shalat Idul Fitri 1442 Hijriah dengan kuota kapasitas jamaah sebanyak 50 persen dan protokol kesehatan yang ketat pada masa pandemi Covid-19. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah umat Muslim bersalaman usai melaksanakan shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di Masjid Dian Al-Mahri, Depok, Jawa Barat Kamis (13/5). Masjid Dian Al-Mahri atau Masjid Kubah Emas Depok menyelenggarakan Shalat Idul Fitri 1442 Hijriah dengan kuota kapasitas jamaah sebanyak 50 persen dan protokol kesehatan yang ketat pada masa pandemi Covid-19. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ada berbagai kebiasaan masyarakat Indonesia saat lebaran atau hari raya Idul Fitri tiba. Salah satunya adalah pengucapan “Taqabalallahu Minna Wa Minkum” yang biasa diucapkan langsung atau hanya sekedar mengirim pesan dari sosial media.

Kalimat tersebut kemudian ditambah dengan “Minal ‘aidin wal faizin” dan kalimat “Mohon maaf lahir dan batin” sebagai penutup.

Sebenarnya bagaimana asal kebiasaan ini? apakah ini dicontohkan Nabi? bagaimana hukumnya?. berikut penjelasannya dari Muhammad Saiyid Mahadhir dalam bukunya Bekal Ramadhan dan Idul Fitri (6).

Dalam bahasa Arab, kalimat ini tertulis dan berarti sebagai berikut:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ , مِنَ العَائدِيْنَ والفَائِزِينَ

Latin: “Taqabbalallahu minna wa minkum, Minal ‘aidin wal faizin. Semoga kita semua menjadi bagian dari mereka yang kembali suci dan menjadi bagian dari orang-orang yang menang.”

Menurut Muhammad Saiyid Mahadhir, dalam masalah ini memang ada beberapa riwayat, diantaranya:

“Dari Adham, budaknya Umar bin Abdul Aziz berkata: Kamu dahulu mengucapkan kepada Umar bin Abdul Aziz pada saat dua hari raya dengan ucapan:”Taqabbalallahu minna waminka yaa Amirul mu’minin” (Semoga Allah menerima (amal ibadah) kita semua juga (amal ibadah) Anda wahai Amirul Mukminin). Lalu Umar bin Abdul Aziz menjawabnya dan tidak mengingkari ucapan kami (HR. Al-Baihaqi)

Dalam riwayat lainnya disebutkan:

“Dari Watsilah berkata: Saya bertemu Rasulullah SAW pada hari raya lalu saya ucapkan: Taqabbalallahu minna waminka. Lalu Rasulullah saw menjawab: “Iya, taqabbalallahu minna waminka” “Semoga Allah swt menerima (amal ibadah) kita semua juga amal ibadah Anda (HR. Baihaqi)

Riwayat lain juga menyebutkan:

“Dari Khalid bin Ma’dan berkata: Saya bertemu dengan Watsilah bin Al-Asqa’ pada hari raya, lalu saya ucapkan kepadanya: “Taqabbalallahu minna waminka”. Lalu Watsilah menjawab: “iya, taqabbalallahu minna waminka”, Watislah berkata: Dulu saya pernah beretemu Rasulullah SAW pada hari raya dan saya ucapkan kepada beliau: “Taqabballahu minna waminka”, dan Rasulullah saw menjawab: “iya, taqabbalallahu minna waminka” (HR. Baihaqi)

Semua riwayat di atas, meski diakui ada yang bermasalah, namun gabungan dari kesemuanya itu bisa kita pakai sebagai acuan bahwa saling memberikan ucapan (tahni’ah) kepada sesama pada hari raya adalah hal yang diperbolehkan (mubah). Hal ini dijelaskan oleh ulama dari beberapa mazhab:

Badru Ad-Din Al-Aini dari madzhab Hanafi berkata: “Jika ada seseorang yang mengucapkan, Taqabbalallhu minna waminka. Para ulama berbeda pandangan dalam hal ini dan para ulama kami (mazhab Hanafi) tidak ada yang memakruhkannya.”

Imam Malik juga pernah ditanya oleh seseorang tentang ucapan ini, dan beliau menjawab: “Saya tidak tahu itu, dan saya tidak mengingkarinya

Imam Ar-Ramli dari madzhab As-Syafi’i juga berkata terkait ucapan ini. “Walaupun hadits/atsar yang ada dhoif, namun gabungan dari semua riwayat itu bisa dijadikan dasar/landasan.

Imam Ahmad bin Hanbal juga berkata:

“Tidak mengapa bagi seseorang untuk mengucapkan pada hari raya dengan: Taqabbalallahu minna waminka."

Riwayat dan beberapa pendapat para Imam tersebut bisa menjadi landasan Muslim untuk saling memberikan ucapan tahni’ah ini. begitu juga dengan tradisi meminta maaf yang menjadi perilaku baik sangat boleh dilakukan.

Allah SWT berfirman dalam Alquran:

وَلْيَعْفُوا۟ وَلْيَصْفَحُوٓا۟ ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

Artinya: “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)

Rasulullah SAW juga bersabda:

عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: مَنْ كَانتْ عِنْدَه مَظْلمَةٌ لأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ مِنْ شَيْءٍ فَلْيتَحَلَّلْه ِمِنْه الْيَوْمَ قَبْلَ أَلَّا يكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمتِهِ، وإنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سيِّئَاتِ صاحِبِهِ، فَحُمِلَ عَلَيْهِ 

"Barangsiapa yang berbuat zalim kepada saudaranya, baik terhadap kehormatannya maupun sesuatu yang lainnya, maka hendaklah ia meminta kehalalannya darinya hari ini juga sebelum dinar dan dirham tidak lagi ada. Jika ia punya amal salih, maka amalannya itu akan diambil sesuai dengan kadar kezaliman yang dilakukannya. Dan jika ia tidak punya kebaikan, maka keburukan orang yang ia zalimi itu dibebankan kepadanya." (HR Bukhari). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement