REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Jerman diharuskan membayar sekitar 940 juta Poundsterling kepada Namibia, terkait dampak dari kejadian genosida Herero-Nama. Meski terjadi pada awal abad ke-20 lalu, langkah dari pemerintahan Angela Merkel itu merupakan isyarat rekonsiliasi.
Berdasarkan laporan The Guardian, genosida itu terjadi dalam kurun waktu 1904 hingga 1908 saat suku Herero-Nama melakukan perlawanan. Puluhan ribu pria, wanita dan anak-anak ditembak, disiksa atau digiring ke gurun Kalahari agar kelaparan oleh pasukan Jerman.
Baru sejak 2015, Jerman mulai bernegosiasi dengan Namibia untuk menyembuhkan luka dari kekerasan bersejarah. Hingga akhirnya, Kamis kemarin, Jerman dalam negosiasi ke sembilan nya menemukan kesepakatan.
Kedua pihak selesai menemukan jalan keluar melalui ganti rugi. Rencananya, dalam teks deklarasi itu dana sekitar 940 juta Poundsterling akan dibayarkan secara terpisah untuk program bantuan yang ada selama 30 tahun.
Dalam teks deklarasi bersama, akan menyebut kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Jerman sebagai "genosida" tetapi menghilangkan kata-kata "reparasi" atau "kompensasi".
Kepala Paramount Vekuii Rukoro, pemimpin Otoritas Tradisional Ovaherero, mengkritik pemerintahnya karena tidak memaksakan reparasi keuangan. "Ketika presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier datang ke Namibia untuk menyampaikan permintaan maaf, kami akan mempermalukannya," katanya kepada media lokal dikutip dari Fars News, Jumat (28/5).
Lebih jauh, surat kabar Namibia New Era melaporkan Kamis kemarin, bahwa setidaknya tiga pemimpin tradisional hingga saat ini telah menolak untuk mendukung kata-kata terakhir deklarasi tersebut. Hal itu, nyatanya dapat mempersulit Presiden Hage Geingob untuk menandatangani kesepakatan tersebut.
Terpisah, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas Jumat ini menyambut baik kesepakatan tersebut. “Itu terus menjadi tujuan kami untuk menemukan jalan bersama menuju rekonsiliasi yang nyata untuk mengenang para korban,” kata politisi Sosial Demokrat itu.